Home » , , » Perlunya Referendum West Papua

Perlunya Referendum West Papua

Indonesia adalah Koloni Baru atas West Papua

Pada bulan Maret 1962, perundingan antara Belanda dan Indonesia secara serius diadakan dengan perantaraan Amerika yang diwakili oleh Ellsworth Bunker di Hutland dekat Washington Namun oleh karena meningkatnya ketegangan dengan penambahan personil-personil militer kedua belah pihak di West Papua , perundingan-perundingan tersebut ditunda dan hampir saja mengalami kegagalan.

Perundingan-perundingan tersebut dilanjutkan pada bulan Juli 1962 dan berakhir pada bulan Agustus dengan disepakatinya THE NEW YORK AGREEMENT tanggal 15 Agustus 1962 oleh Belanda dan Indonesia.

Walaupun THE NEW YORK AGREEMENT telah disepakati namun perundingan-perundingan RAHASIA untuk maksud yang tidak dipahami rakyat West Papua tetap dilaksnanakan. Muncul dalam bulan September 1962, sebuah perjanjian baru yang disepakati di Italia yang dikenal dengan nama THE ROME AGREEMENT.

Kedua perjanjian tersebut secara HUKUM dapat dikatakan CACAD karena tidak ada satupun yang turut ditanda tangani oleh Wakil West Papua. Berdasarkan THE NEW YORK AGREEMENT, maka pada tanggal 1 Oktober 1962 melalui Resolusi PBB 1752 ( XVII) Wilayah West Papua diserahkan kepada PBB dan selanjutnya wilayah West Papua yang dinyatakan sebagai Non Self Government Territory dikuasai oleh UNTEA ( United Nations Temporary Executive Administration).

Pada tanggal 1 Mei 1963 wilayah yang masih berstatus sementara diserahkan secara resmi kepada Pemerintah Republik Indonesia . Dalam pidato Presiden Soekarno berkenan dengan penyerahan wilayah West Papua dari UNTEA kepada Republik Indonesia, Ia menulis “ Berkat Rachmat Allah Jang MAHA Kuasa pula, maka politik konfrontasi yang dikumandangkan oleh TRI KOMANDO RAKYAT ( TRIKORA) pada tanggal 19 Desember 1961 dapat mengakhiri politik penjajahan…. Semoga dengan Rachmat Allah Jang Maha Kuasa, segala potensi revolusi Indonesia dapat dikerahkan untuk mengejar kemajuan dan pembangunan di Irian Barat agar supaya dalam waktu yang singkat dapat setaraf dengan pertumbuhan didaerah lainnya… ( Deppen RI 1964 IRIAN BARAT, Hal 13).

Perjanjian New York terdiri dari 29 pasal, yang mengatur tentang peralihan pemerintahan dari Belanda kepada PBB, kemudian dari PBB ke Indonesia serta Plebisit/Referendum bagi penentuan nasib sendiri status politik bangsa West Papua pada tahun 1969. Perjanjian ini ditanda tangani oleh Indonesian dan Belanda pada tanggal 15 Agustus 1962.

Pada tanggal 30 September 1962 sebelum perjanjian New York mulai diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1962, maka muncul pula perjajian baru yang ditanda tangani oleh Amerika, Indonesia dan Belanda. Perjajian ini dikenal dengan sebutan PERJAJIAN ROMA. Isi dari pada perjajian Roma memuat beberapa pokok penting yang controversial dengan isi perjanjian New York , bahkan sangat bertentangan dengan Hukum International. Pokok-pokok penting tersebut adalah : Penundaan atau bahkan pembatalan pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat tahun 1969, Indonesia menduduki West Papua selama 25 tahun saja terhitung mulai tanggal 1 Mei 1963, Pelaksanaan Plebisit tahun 1969 adalah dengan sistem musyawarah sesuai dengan sistem permusyawaratan Indonesia, Laporan akhir tentang hasil pelaksanaan Plebisit tahun 1969 kepada Sidang Umum PBB agar diterima tanpa sanggahan terbuka, Pihak Amerika bertanggung jawab menanamkan modalnya kepada sejumlah BUMN dibidang eksploitasi Sumber Daya Alam West Papua, Amerika menunjang pembangunan di West Papua selama 25 tahun melalui jaminan kepada Bank Pembangunan Asia sebesar USD 30 Juta, Amerika menjamin pelaksanaan program tansmigrasi Indonesia ke Irian Jaya melalui Bank Dunia. Isi kedua perjajian yang saling bertentangan yang didalangi oleh Amerika sangat jelas telah merugikan rakyat West Papua selama 47 tahun secara moral dan materi.
Tak ada perubahan penting yang menyangkut nasib rakyat bangsa West Papua semasa UNTEA, kecuali status badan tersebut sebagai alat legitimasi PBB terhadap aneksasi Indonesia atas West Papua . Pendudukan Indonesia adalah awal penidasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia di West Papua.

Pada tahun 1966 sebuah delegasi dari Freeport mengunjungi Jakarta guna mengadakan pembicaraan pendahuluan bagi hak penambangan tembaga/emas di West Papua, dengan pihak pemerintah Indonesia . Dari hasil pertemuan tersebut, maka pada tanggal 10 Januari 1967 ditanda tangani Kontrak Karya. Disini mulai terlihat persenkongkolan kepentingan antara Pemerintah Amerika dan Indonesia yang akhirnya menghorbankan hak-hak rakyat West Papua pada pelaksanaan Act Of Free Choice tahun 1969.

PEPERA 1969 sebagaimana diatur dalam pasal XX New York Agreement, maka Act of Free Choice atau PEPERA di West Papua dijadwalkan penyelenggaraanya pada tahun 1969. Perjuangan rakyat West Papua menentang kesewenangan yang mewarnai pendudukan Indonesia memasuki tahun ke 7 pada tahun 1967. Selama kurung waktu antara tahun 1962- 1969, Operasi Penumpasan yang dilaksanakan oleh pasukan pemerintah menyebabkan jatuhnya korban jiwa ribuan rakyat West Papua yang tidak berdosa, selain itu ratusan lainya yang ditahan tanpa prosedur hukum yang jelas. 
 
Sehubungan dengan situasi yang semakin panas menjelang pelaksanaan Plebisit, maka pada tanggal 17 Agustus 1968 dalam pidato kenegaraan memperingati kemerdekaan Indonesia ke 23, Presiden Suharto mengumumkan tentang rencana pelaksanaan PEPERA pada tahun berikut ( 1969). Dalam pidato tersebut, Panglima Mandala menekankan bahwa ; Dengan adanya pelaksanaan PEPERA kita tidak akan mengorbankan rakyat atau melepaskan buah perjuangan pembebasan Irian Barat yang telah meminta pengorbanan besar. PEPERA bukan berarti kita akan meninggalkan prinsip NKRI.

Sebelum pelaksanaan PEPERA tahun 1969, maka agar tidak kecolongan Pemerintah RI mulai melakukan berbagai persiapan antisipasif ; Rakyat yang dianggap sebagai anggota maupun simpatisan OPM serta vocal menyuarakan aspirasi rakyat West Papua untuk MERDEKA ditangkap, dibunuh dan dipenjarahkan.

Pemerintah RI menerjemahkan cara pemilihan international yang tercantum pada pasal XVIII. d. Perjanjian New York sebagai cara pemilihan Indonesia dengan sistim musyawarah. Tentang hal ini Kolonel Sutjipto urusan Irian Barat mengatakan ; Perjanjian New York itu harus ditafsirkan mempunyai watak dynamis, bergerak bukan statis. Dinamikanya terletak pada hakekat tujuan persetujuan itu sendiri, sehingga menjadi kewajiban pula bagi Pemerintah Indonesia sebagai salah satu pihak yang menandatangani persetujuan itu untuk mengadakan langkah-langkah persiapan dan pengamanan pelaksanaan tujuan persetujuan itu. Jelas disini bahwa sistim musyawarah adalah bentuk pengamanan pelaksanaan pasal XXIII. d, Perjanjian New York untuk mencegah Kemerdekaan West Papua yang sengaja diterapkan oleh Pemerintah Indonesia secara sewenang-wenang. Dibentuklah kemudian Dewan Musyawarah PEPERA pada awal tahun 1969. Dari hasil kerja Dewan ini, maka ditetapkan kemudian 1.026 wakil yang wakili 800.000 rakyat West Papua pada waktu itu yang berhak memilih. Penyimpangan yang terjadi dalam hal ini ialah bahwa tidak satupun diantara wakil-wakil tersebut diangkat oleh rakyat West Papua tetapi merupakan hasil penunjukan langsung dari Pemerintah Indonesia.
 
 (Sumber: Komunitas_Papua@yahoogroups.com/ teriaklawan.blogspot.com)
 
 

Share this video :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger