Activist KNPB |
Jayapura, KNPBNews – Teror, intimidasi, penangkapan,
pemenjaraan hingga pembunuhan sepertinya tiada henti dialami oleh
aktivis Komite Nasional Papua Barat [KNPB]. Sikap militan dan radikal
dalam memperjuangkan hak kemerdekaan bangsa Papua Barat itulah alasan
mengapa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangat mewanti-wanti,
bertindak brutal dan semakin ganas dalam menghadapi gerakan perlawanan
KNPB selama ini.
Sejak KNPB dibentuk tahun 2008, aksi-aksi damai yang dimotori KNPB
dengan konsolidasi massa rayat ke hampir seluruh wilayah Papua Barat
membuat NKRI menggunakan berbagai macam siasat dalam membungkam dan
menghancurkan gerakan KNPB yang memiliki jaringan internasional yang
luas serta konsolidasi tingkat akar rumput dan kelompok perlawanan
bersenjata yang dan tersebar di seluruh wilayah Papua Barat.
Indonesia sangat merasa terancam bahwa KNPB dengan damai dan
bermartabat berkali-kali menuntut hak penentuan nasib sendiri yang
diatur secara hukum internasional itu bisa dilakukan dilakukan di Papua
Barat melalui jalur referendum yang fair. KNPB melalui pembentukan
Internasional parliamentarians for West Papua (IPWP) dan International
Lawyers for West Papua (ILWP) terus menggugat kejahatan Indonesia dalam
praktek one man one vote (pepera 1969) yang dicederai oleh nafsu ekonomi
politik Indonesia.
Perlawanan damai dan bermartabat melalui seminar, demo, jumpa pers
serta ibadah yang dilakukan KNPB bersama rakyat Papua Barat dianggap
Indonesia sebagai senjata ampuh yang dapat merongrong kekuasaan
kolonialismenya diatas tanah Papua Barat. Sehingga, Indonesia menempuh
berbagai macam siasat yang dapat memandamkan giroh perlawanan yang
dilakukan KNPB.
Pimpinan KNPB, mulai dari Buchtar Tabuni, Mako Tabuni, Victor Yeimo
dan anggota-anggotanya sudah masuk keluar penjara namun tidak membuat
perjuangan mundur dan kendor. Cara satu-satunya adalah Indonesia
mengambil sikap untuk membunuh pimpinan-pimpinan KNPB. Untuk membunuh
pimpinannya, Indonesia dengan bantuan media lokal seperti Bintang Papua
dan Cepos menyampaikan berita-berita bohong yang menyudutkan KNPB
sebagai pengacau, pembunuh, teroris dan berbagai macam label buruk.
Label-label buruk yang dialamatkan tanpa bukti itu dimulai dari
peristiwa tertembaknya Mako Tabuni. Mako Tabuni yang adalah ketua I KNPB
pada pertengahan tahun 2012, tepatnya tanggal 14 Juni ditembak mati
oleh Densus 88 Polda Papua. Mako seperti yang diberitakan oleh Polisi
dan Media lokal bahwa dirinya terlibat dalam pembunuhan warga Jerman
Dietmer Pieter dan rangkaian peritiwa penembakan lainnya di kota
Jayapura.
Namun hingga Mako ditembak mati Polisi tidak menunjukan
bukti-bukti keterlibatan Mako Tabuni. Polisi justru merekayasa
kronologis penembakan Mako Tabuni, bahwa Mako ditembak karena hendak
melawan, merampas senjata, dan melarikan diri. Padahal, kenyataanya Mako
Tabuni tidak melakukan perlawanan, merampas senjata atau melarikan
diri.
Setelah tewasnya Mako Tabuni, pembunuhan kilat terus terjadi kepada
anggota KNPB. Di Fak-fak, 2 anggota KNPB dibunuh oleh Polisi Indonesia.
Penembakan juga terjadi pada massa pendemo dimana polisi menembak massa
pendemo di Kampung Harapan Sentani 4 Juni 2012. Akibatnya, 4 orang
korban ditembak polisi Indonesia. Polisi sengaja memblokade pendemo agar
terjadi chaos dan mereka dengan mudah dapat menembak aktivis KNPB.
Setelah Tito Karnavian diganti, Polda Papua menggunakan metode
skenario yang sama. Tito Karnavian menggunakan metode bunuh dan basmi
namun di media ia mencari simpati rakyat melalui kegiatan bagi-bagi
sembako dan uang ke basis-basis yang mendukung KNPB.
Rekayasa Bom dilakukan oleh Densus 88 di Wamena agar aktivis-aktivis
KNPB di Wamena dapat dilabeli sebagai teroris. Pada 29 September 2012,
Polisi sengaja menaruh Bom di Sekretariat KNPB dan menuduh pengurus KNPB
dan anggotanya sebagai pelaku peledakan di kantor DPRD Jayawijaya dan
Pos Polisi di Jalan Irian. Padahal menurut pengakuan warga, di Pos
Polisi Jalan Irian Polisi sengaja menaruh bom dan meladakannya, dan para
pendatang yang berada di dekat pos polisi dikondisikan untuk ditutup
sebelum meledak.
Rekayasa itu sudah terbaca jelas, dimana polisi melalui orang-orang
piaraannya menaruh bom pada hari penggrebekan di Sekretariat KNPB
Baliem. 13 anggota KNPB ditangkap dan sampai saat ini status mereka
tidak jelas, proses hukumnya juga tidak jelas karena polisi belum
mengungkapkan bukti-bukti untuk memberatkan mereka. Sedangkan, Simion
Dabi (ketua KNPB Baliem) dan beberapa anggota lainnya didaftar sebagai
Daftar Pencarian Orang (DPO) tanpa alasan kasus yang jelas.
Penangkapan dan pembunuhan kembali terjadi lagi terhadap Simion Dabi
pada tanggal 15 Desember 2012 kemarin bersama kawan-kawannya. Hubertus
Mabel ditembak mati bersama Natalis Alua yang masih Koma. Adalah upaya
polisi dan Densus 88 membungkam gerakan perlawanan KNPB dan bagian dari
operasi lanjutan sejak Mako Tabuni dibunuh. Penembakan terhadap Hubertus
Mabel erat kaitannya dengan upaya balas dendam atau upaya memenuhi rasa
keadialan korban 3 aparat kepolisian di Pirime yang ditembak mati oleh
TPN.OPM pimpinan Okiman Wenda.
Hubertus dibunuh dan dikaitkan sebagai pelaku penyerangan polsek
Pirime adalah tidak benar. Sebab, Hubertus berada jauh dari tempat
kejadian, yaitu di Kurulu kampung halamannya. Dari KNPB Pusat, Hubertus
dimandati untuk melakukan konsolidasi anggota militan KNPB untuk
pengamanan internal dan dalam perjalanannya Hubertus tidak ada hubungan
dengan penyerangan yang dipimpin Okiman Wenda. Huber juga dalam posisi
merayakan natal bersama keluarga di Kurima, kampung halamannya.
Rentetan penembakan terhadap aktivis dan pengurus KNPB menunjukan
bahwa polisi melakukan operasi tumpas terhadap aktivis KNPB dan
organisasinya. Beberapa waktu yang lalu, telah diungkapkan oleh salah
satu anggota Polisi bahwa penembakan terhadap aktivis Papua adalah
operasi rahasia yang disebut “operasi gerilya” yang dibuat dan
diperintah langsung dari Jakarta melalui Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dengan sandi “hilang jangan tanya”.
0 komentar:
Post a Comment