JAKARTA
- Ketua Umum Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI), Standarkiaa Latief,
berpendapat bahwa pengibaran bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai
simbol kedaerahan di sejumlah wilayah di Aceh telah melanggar
Undang-Undang Dasar 1945 dan kesepakatan internasional. Menurutnya,
pemakaian bendera itu tergolong pada simbol diluar NKRI.
Lateif
beralasan, karena semua peraturan per Undang-Undangan yang lahir
ditingkat Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten Kota, di seluruh
Indonesia pijakannya tetap tidak boleh mengalahkan Undang-Undang. "Qonun
(Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2013) itu kan levelnya Perda, masa itu
mengalahkan UU," ujar Lateif kepada wartawan saat ditemui di Cikini,
Jakarta Pusat, Minggu (31/3).
Saat
disinggung mengenai pengaturan dalam pengibarannya, semisal bendera
Merah Putih lebih tinggi dari bendera GAM?, Latief menjawab, dalam
aturan UU bentuknya hirarki dari UUD 1945, UU baru yang lainnya. "Kalo
saya pribadi tidak setuju, sejauh itu dilihat melanggar UUD 1945, ya gak
bisa, akan jadi preseden (pernyataan sebelumnya)," ujarnya.
Dia
mencontohkan, jika saja Aceh diberi keleluasaan maka jangan salahkan
Organisasi Papua Merdeka (OPM) melakukan hal serupa seperti itu. Lateif
menambahkan, ini akan menjadi invisible hand (tangan tak terlihat) bagi
pihak asing untuk masuk dan 'mengacak-acak' kedaulatan NKRI seperti yang
terjadi pada tahun 1992 saat dokumen rahasia pentagon bocor soal
skeniro perang diberbagai negara di dunia, termasuk negara-negara
strategis yang akan di kuasai AS (Amerika Serikat), termasuk di
Indonesia, bagian barat Aceh, bagian timur Papua.
Untuk
itu, kata Latief, sebaiknya pemerintah mengambil sikap yang tegas, tapi
dalam bentuk persuasif bukan dengan cara konfrontatif agar tidak
terjadi preseden buruk bagi provinsi lainnya.
"Inilah cermin dari krisis kewibawaan pemerintahan kalo ada kewibawaan pemerintahan gag akan terjadi seperti ini," tandasnya. (Deni/Pedomannews)
Sumber: Pedomannews.com
0 komentar:
Post a Comment