Muara Tami, Jayapura, 11/4 (Jubi)- Kasus mafia tanah marak
terjadi di Papua. Masih ada kasus lain yang sedang ditangani Ombusdman
Republik Indonesia (ORI) Provinsi Papua.
Kepala ORI Papua, Sabar Iwanggin mengungkapkan, dari 12 kasus yang mereka tangani, terdapat tiga kasus tanah, satu di Sorong dan dua kasus di Jayapura. “Kasus tanah di Sorong sudah ada proses mediasi,” kata Sabar ke tabloidjubi.com di Muara Tami, Jayapura, Kamis (11/4).
Perkara tanah di Jayapura, kata dia, sementara dimediasi. DPRD Kota Jayapura sudah mengirim pesan singkat kepada dia untuk mengklarifikasi kasus tanah yang mereka tangani, yaitu yang dialami Angel Flasi dan Haji Risal di Hamadi, Jayapura Selatan.
Modus dan motif, lanjut Iwanggin, seperti, penundaan yangberlarut-larut atau mal administrasi, unsur kesengajaan, dan melewati tenggang waktu yang diminta masyarakat, bahkan hingga bertahun-tahun.
Tak hanya itu, kasus-kasus lain juga ditangani ORI Papua.
“Selain mafia tanah, sepanjang ORI ada, ada 12 kasus, ada dua dari instansi vertikal, salah satunya yang bekerja di Timika dipindahkan ke Jayapura tidak sesuai dengan mekanisme dan tanpa sepengahuan, mungkin merasa disaingi. itu yang kita proses mediasi,” jelas dia.
Selain itu, Iwanggin menuturkan, masih terjadi diskriminasi terhadap pegawai atau anak asli Papua. “Yang bertugas lama di badan meteorologi, tetapi yang baru masuk naik jabatan,” kata dia lagi.
Salah seorang aparat kampung di Skouw Mabe, Absalom Retob mengatakan, menurut keputusan Ondoafi, dibagi dua hektar per kepala keluarga. Tetapi setelah tahun 1985, dinas pertanahan, bekerja sama dengan kepala kampung setempat untuk membagi per orang 50 meter x 50 meter tanah. “Sementara sisanya didapat oleh orang-orang dari luar, dari kota. Dan mereka dapat sertifikat. Itu yang kami mau gugat,” katanya.
Iwanggin berharap, pemerintah sebagai pelayan publik harus memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat sehingga mereka merasa memiliki pemerintahnya. (Jubi/Timoteus Marten)
Sumber: tabloidjubi.com
Kepala ORI Papua, Sabar Iwanggin mengungkapkan, dari 12 kasus yang mereka tangani, terdapat tiga kasus tanah, satu di Sorong dan dua kasus di Jayapura. “Kasus tanah di Sorong sudah ada proses mediasi,” kata Sabar ke tabloidjubi.com di Muara Tami, Jayapura, Kamis (11/4).
Perkara tanah di Jayapura, kata dia, sementara dimediasi. DPRD Kota Jayapura sudah mengirim pesan singkat kepada dia untuk mengklarifikasi kasus tanah yang mereka tangani, yaitu yang dialami Angel Flasi dan Haji Risal di Hamadi, Jayapura Selatan.
Modus dan motif, lanjut Iwanggin, seperti, penundaan yangberlarut-larut atau mal administrasi, unsur kesengajaan, dan melewati tenggang waktu yang diminta masyarakat, bahkan hingga bertahun-tahun.
Tak hanya itu, kasus-kasus lain juga ditangani ORI Papua.
“Selain mafia tanah, sepanjang ORI ada, ada 12 kasus, ada dua dari instansi vertikal, salah satunya yang bekerja di Timika dipindahkan ke Jayapura tidak sesuai dengan mekanisme dan tanpa sepengahuan, mungkin merasa disaingi. itu yang kita proses mediasi,” jelas dia.
Selain itu, Iwanggin menuturkan, masih terjadi diskriminasi terhadap pegawai atau anak asli Papua. “Yang bertugas lama di badan meteorologi, tetapi yang baru masuk naik jabatan,” kata dia lagi.
Salah seorang aparat kampung di Skouw Mabe, Absalom Retob mengatakan, menurut keputusan Ondoafi, dibagi dua hektar per kepala keluarga. Tetapi setelah tahun 1985, dinas pertanahan, bekerja sama dengan kepala kampung setempat untuk membagi per orang 50 meter x 50 meter tanah. “Sementara sisanya didapat oleh orang-orang dari luar, dari kota. Dan mereka dapat sertifikat. Itu yang kami mau gugat,” katanya.
Iwanggin berharap, pemerintah sebagai pelayan publik harus memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat sehingga mereka merasa memiliki pemerintahnya. (Jubi/Timoteus Marten)
Sumber: tabloidjubi.com
0 komentar:
Post a Comment