|
Foto kekerasan di Papua yang diunggah di YouTube
(Telegraph)
|
Jayapura- Puluhan warga sipil menjadi korban kekerasan di Paniai,
Papua, selama Januari hingga April 2013. Tiga orang tewas, sedangkan yang
lainnya diperlakukan tidak manusiawi oleh oknum petugas.
Mereka yang meninggal di antaranya
ditembak orang tak dikenal, juga akibat tabrak lari kendaraan patroli Keolisian
Resor Paniai pada 31 Desember 2012. Korban adalah Yakob Mote, 26 tahun, tewas
di depan pos 571 Enarotali, Paniai. “Itu data sementara, masih harus
diklarifikasi,” kata Kapolres Paniai Ajun Komisaris Besar Polisi Semi Ronny,
Kamis, 18 April 2013.
Semi menegaskan, semua kasus yang
melibatkan anggotanya sebagai pelaku, pasti akan ditindak tegas. Pihaknya pun
sudah menarik personil Brimob sesuai tuntutan masyarakat.
Desakan agar personil Brimob ditarik
disampaikan aktivis Papua dalam pertemuan tertutup dengan Pemerintah Kabupaten
Paniai, Kepolisian/TNI serta DPR Papua. Sebab, dalam tiga bulan terakhir
terjadi serentetan kasus diduga dilakukan aparat Brimob terhadap warga sipil.
“Kami mendesak Kapolri menarik
Brimob dari Paniai, karena kehadiran Brimob membuat masyarakat trauma,
ketakutan, dan menjadi korban kekerasan,” ujar Ketua Solidaritas Kekerasan
Paniai Andreas Gobay.
Andreas juga meminta DPR Papua
memfasilitasi Tim Solidaritas Peduli HAM bertemu Kapolri dan Panglima TNI agar
pihaknya bisa menyampaikan kondisi kekerasan di Paniai. ”Dua institusi itu
harus bertanggungjawab, yakni dengan memproses pelaku secara hukum,” ucapnya.
Bupati Paniai Hengky Kayame
menegaskan, kekerasan bersenjata di wilayah pegunungan bagian barat itu terjadi
tiap tahun. Karena itu masyarakat minta agar Brimob ditarik.
Menurut Hengky, pihaknya dihadapkan
pada situasi sulit. Di satu sisi terdapat persoalan kesejahteraan, sedangkan di
lain sisi timbul masalah keamanan. ”Sebelum saya dilantik sebagai bupati,
daerah Paniai selalu bermasalah. Sekarang jadi bupati juga dihadapkan pada
masalah,” tutur Kayame yang baru saja dilantik dua hari lalu.
Ketua Komisi A DPR Papua Ruben Magai
menegaskan, konflik Paniai akibat ego dua pihak. OPM bersikukuh menyatakan
Papua merdeka, sedangkan kepolisian dan TNI mempertahankan NKRI sebagai harga
mati. ”Kalau semua pihak mempertahankan pendapatnya, konflik tak akan berakhir,
masyarakat yang akan jadi korban,” katanya memaparkan.
Magai menyarankan agar pemerintah
menjawab aspirasi dengan menyelenggarakan dialog antara Jakarta dan Papua
sebagai jalan tengah bermartabat dan adil menuntaskan masalah Papua. ”Kalau
tidak, korban akan terus berjatuhan,” ujarnya.
JERRY OMONA/TEMPO.CO
0 komentar:
Post a Comment