Lucky Kaikatui dan sebagian karyanya |
Dari beranda, ruang tamu, hingga ke dapur
rumahnya berjejer berbagai lukisan indah bernuansa alam dan budaya Papua.
Nyaris tidak ada tempat yang tersedia untuk menaruh lukisannya yang terus
bertambah setiap minggu.
Lucky Kaikatui adalah seorang pelukis Papua yang
sangat prolifik. Sayang sekali, kurangnya publikasi di media massa membuat
realis yang satu ini tidak dikenal oleh masyarakat pencinta seni Indonesia.
Karakternya sebagai seorang pelukis sangat kuat.
Hal tersebut terlihat jelas dalam goresan-goresan cat minyak yang tegas dan
penuh makna.
Sejak kecil ia telah dijuluki oleh teman-temannya sebagai jago gambar di sekolahnya. Sewaktu duduk di kelas satu SD Negeri I Manokwari, gambar pertama yang dibuatnya, “Pendekar Si Kapak Hilang,” langsung diperebutkan oleh teman-temannya.
Menginjak SMP, Lucky selalu melukis. Karyanya
dipamerkan di ruang perpustakaan sekolah. Begitu pula ketika ia harus pindah
dari Manokwari ke Jayapura untuk melanjutkan pendidikannya di SMU. Sekali
lagi karya–karya Lucky membuat banyak orang terkagum-kagum. Tahun 1985, ia
mengikuti lomba melukis tingkat SMU dan Umum se-Papua. Sebagai hasilnya,
untuk Tingkat SMU ia mendapat juara I, sedangkan untuk Tingkat Umum ia
meraih juara II.
Bakat alam yang dimilikinya ini sempat
mengundang perhatian para petinggi di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Irian Jaya. Sebagai hasilnya, walaupun masih duduk di bangku SMU,
pada tahun 1986 ia berhasil menyelenggarakan pameran lukisan di Jayapura
sebanyak 3 kali. Tiap kali berpameran minimal jumlah lukisan yang
dipajangnya adalah 30 buah.
Pemuda Lucky Kaikatui menamatkan SMU pada tahun
1987. Ia pun berusaha untuk melanjutkan pendidikannya ke ISI (Institut Seni
Indonesia) di Yogyakarta. Sayang niatnya itu tak dapat ia wujudkan karena
pihak keluarga tidak sanggup membiayainya kuliah di pulau Jawa.
Menyadari kondisi perekonomian keluarganya ini,
Lucky lalu kembali ke Manokwari dan mengikuti tes penerimaan CPNS. Ia lulus
dan diterima sebagai pegawai negeri di Kabupaten Manokwari. Waktu itu Lucky
yang masih muda tersebut ditugaskan di Anggi. Iklim di Anggi dingin sekali
dan dikelilingi oleh danau serta kawasan hutan yang masih perawan. Lebih
memprihatinkan lagi ternyata Anggi sangat terisolasi dari dunia luar.
Menurutnya, di samping bekerja, ia sekaligus dapat meresapi keindahan alam
Papua yang kelak akan menjadi sumber inspirasi yang berlimpah bagi
karya-karyanya.
Meskipun sudah bekerja sebagai pegawai negeri, kerinduan untuk menimba ilmu di perguruan tinggi tidak pernah surut. Dalam benaknya, suatu saat ia harus mewujudkannya.
Setelah 3 tahun bekerja di pedalaman dan tidak
pernah turun ke kota, tiba-tiba saja ia terserang penyakit Malaria dan harus
berobat ke kota. Dalam keadaan sakit itulah Lucky memutuskan untuk berangkat
ke kota. Ia harus berjalan kaki selama tiga hari menembus hutan belantara.
Agar tidak tersesat, Lucky mengikuti beberapa orang pedalaman Arfak yang
juga hendak ke kota. Kenangan berjalan kaki selama tiga hari di tengah
lebatnya hutan Arfak kemudian ia tuangkan dalam sejumlah lukisan. Salah satu
di antaranya berjudul “Menembus Isolasi untuk Setetes Kehidupan.” Lukisan
itu menggambarkan tantangan alam yang dihadapi masyarakat bila mereka hendak
pergi ke kota hanya demi membeli sedikit bahan kebutuhan pokok seperti garam,
gula atau minyak goreng. Selain belum ada jalan beraspal, terdapat pula
sungai-sungai besar. Dalam keadaan banjir sungai-sungai itu tidak bisa
disebrangi. Penduduk harus berjalan di atas pohon-pohon yang telah tumbang.
Persoalan itu kemudian disampaikannya kepada
bupati Manokwari yang ketika itu adalah Drs. Esau Sesa berupa sebuah lukisan.
Ternyata pak bupati tidak hanya menanggapinya dengan baik dan kaget melihat
karyanya. “Pelukis berbakat seperti harus diberi kesempatan untuk
mengembangkan karya-karyamu sebagai appresiasi terhadap seni dan budaya
Papua,” komentar bupati kepadanya. Lucky selanjutnya mendapat izin bupati
untuk meneruskan studinya di pulau Jawa. Keberangkatannya ke sana dalam
rangka tugas belajar dari pemerintah daerah.
Berdasarkan arahan dari petugas pemda, ia
diharuskan mengambil jurusan cinematography di Institut Kesenian Jakarta.
Walaupun begitu, Lucky setiap saat terlihat nongkrong di jurusan seni lukis.
Akhirnya ia pun diterima di jurusan tersebut dan langsung menempati Semester
IV program D III Seni Lukis IKJ.
Selama belajar di IKJ, Lucky dan kawan-kawannya
pernah melakukan studi banding di ISI Yogja, sekolah yang telah
didambakannya sejak masih di SMU dulu. Sehabis belajar dengan seniman Yogja,
ia pun berangkat ke Ubud, Bali guna menuntut ilmu di bawah bimbingan Prof.
Srihadi selama satu bulan. Lucky juga berkesempatan belajar dan melihat
karya-karya Anthony Blanco, Arie Smith, Eisnel, dan I Nyoman Made Lempar.
Setelah mengembara selama 8 tahun di pulau Jawa dan Bali, maka pada tahun 2000 Lucky dipanggil pulang ke Papua. Ia harus menemani ibunya yang sedang sakit keras.
Di Manokwari Papua, ia kembali bekerja seperti
sedia kala sebagai pegawai negeri di kantor gubernur IJB. Tidak lama
kemudian Lucky turut membidani lahirnya PUMA – Perupa Manokwari. Organisasi
ini berfungsi sebagai wadah berkumpulnya seniman Manokwari yang peduli untuk
mengangkat kembali kekayaan budaya Papua supaya lebih dikenal oleh
masyarakat luas.
Keahliannya melukis dibagikan pula kepada orang
lain yang tertarik mendalaminya. Saat ini ia sedang membina sejumlah
anak-anak Papua dengan biayanya sendiri. Pelukis-pelukis remaja ini antara
lain Yabal Marbuan, Alberth Marbuan, Alberth Warijo, Carlos, Septinus dan
Mesakh, sebagian masih sekolah sisanya sudah drop-out. Harapan Lucky
Kaikatui, semoga anak-anak didiknya tersebut, bersama dengan pelukis -
pelukis senior, bisa berjuang melestarikan nilai-nilai kultur dan keindahan
alam Papua yang semakin terkikis oleh arus modernisasi dan trend globalisasi.
Bagi Lucky Kaikatui melukis adalah bagian dari
perjuangan itu. Ia selalu mengingatkan generasi muda Papua agar tidak
meninggalkan kekayaan budaya mereka yang begitu beragam dan tak ternilai
harganya.
Pelukis Lucky Kaikatui bersama istrinya (Rahab) dan anak-anaknya: Calvin Cahaya Cendrawasih (7), Bernilai (2), Selviana (6 bulan) |
Lucky Kaikatui kurang dikenal oleh masyarakat
pencinta seni Indonesia. Mungkin ia tinggal di Papua, jauh dari jangkauan
media massa nasional. Berbagai pameran lukisan yang digelarnya baik di
Manokwari dan Jayapura kurang mendapat peliputan media massa yang semestinya.
Walaupun belum banyak lukisan yang berhasil dijualnya, bukan berarti bahwa
karya-karyanya kurang diminati masyarakat. Ia hanya belum dikenal oleh dunia
luar terutama para kolektor seni.
Kondisi ini tidak menyurutkan semangatnya untuk
terus berkarya. Setiap minggu Lucky menghasilkan lukisan-lukisan yang baru.
Kanvas dibuatnya sendiri. Teknik pembuatannya sudah dikuasainya sewaktu
kuliah di IKJ dulu.
Sang isteri (Rahab) sudah memaklumi kecintaan
suaminya pada seni lukis. Oleh karena itu, dengan sepenuh hati ia mendukung
suaminya yang idealis ini. Lucky Kaikatui sekeluarga tinggal di sebuah rumah
kecil di Jalan Brawijaya No. 08, Jati, Manokwari. Papua Barat. Ia bisa
dihubungi pada di. telp. 0986 213466
http://www.geocities.ws
http://www.geocities.ws
0 komentar:
Post a Comment