Korupsi |
PAPUAN, Jayapura --- Penanganan Kasus Korupsi di
Papua dinilai sengaja dibiarkan berlarut-larut alias gentayangan oleh
aparat penegak hukum. Banyaknya dana yang Kurang Jelas (KJ) atau tidak
dipertanggungjawabkan, sebagaimana beberapa temuan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) RI yang mencapai Rp 11,4 triliun, terhitung sejak tahun
2003-2011.
Aparat diminta harus proaktif lakukan penyelidikan dan penyidikan , dan harus bekerjasama dengan BPK RI agar dapat diketahui daerah dan instansi mana saja yang KJ dalam menggunakan anggarannya.
Aparat diminta harus proaktif lakukan penyelidikan dan penyidikan , dan harus bekerjasama dengan BPK RI agar dapat diketahui daerah dan instansi mana saja yang KJ dalam menggunakan anggarannya.
Hal ini dikemukakan oleh, Direktur Institute for Civil Strengthening
(ICS) atau Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil Papua, Budi Setyanto,SH
kepada Wartawan di Jayapura,Papua, Senin (12/3) lalu.
Sepertinya, proses pembiaraan itu berdampak dari kepentingan politik, baik secara probadi dan umum, sesuai berbagai tuntutan yang bergejolak sekarang ini.
Sepertinya, proses pembiaraan itu berdampak dari kepentingan politik, baik secara probadi dan umum, sesuai berbagai tuntutan yang bergejolak sekarang ini.
“Sekian persen, disebabkan adanya kepentingan pribadi dari oknum
pengelola keuangan negara. Contohnya mungkin karena tidak paham soal
aturan dengan alasan tidak ingin menggunakan uang negara sesuai dengan
aturan,”ungkapnya.
Berdasarkan hasil audit BPK RI, selama ini penyalahgunaan APBD di Tanah Papua belum tersentuh proses penegakan hukum yakni sekitar 99,9 persen.
Berdasarkan hasil audit BPK RI, selama ini penyalahgunaan APBD di Tanah Papua belum tersentuh proses penegakan hukum yakni sekitar 99,9 persen.
“Kalau begini berarti Audit BPK hanya program rutinitas,” tegasnya.
Jika tidak ada itikad baik dari aparat penegak hukum untuk melanjutkan temuan BPK itu, maka sebaiknya BPK RI, kepolisian dan kejaksaan ditiadakan saja dalam struktur pemerintahan dan penegakan hukum di negara ini.
Ditempat terpisah, Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Papua, Brigjen Pol.Drs. Paulus Waterpauw memberikan alasan bahwa, Polda Papua dan jajaran sudah berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan investigasi kasus korupsi di Papua.
Ditegaskan, hal itu bukan lambat, melainkan pihaknya dibatasi dengan anggaran dalam mengatasi kasus korupsi. Jika dibayangkan, bahwa 1 kasus untuk penyelidikan hanya diberi anggaran sebesar Rp 24 Juta atau sama dengan Rp 200 juta dalam setahun.
“Untuk saksi-saksi saja butuh biaya,” jawabnya.
Sedangkan untuk Polres Polda Papua hanya memiliki 24 juta dan Kejaksaan hanya 10, sehingga diberbagai wilayah dalam rangka untuk proses membawa pelaku tindak pidana korupsi ke persidangan dan sebagainya sangat membutuhkan biaya.
Jika tidak ada itikad baik dari aparat penegak hukum untuk melanjutkan temuan BPK itu, maka sebaiknya BPK RI, kepolisian dan kejaksaan ditiadakan saja dalam struktur pemerintahan dan penegakan hukum di negara ini.
Ditempat terpisah, Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Papua, Brigjen Pol.Drs. Paulus Waterpauw memberikan alasan bahwa, Polda Papua dan jajaran sudah berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan investigasi kasus korupsi di Papua.
Ditegaskan, hal itu bukan lambat, melainkan pihaknya dibatasi dengan anggaran dalam mengatasi kasus korupsi. Jika dibayangkan, bahwa 1 kasus untuk penyelidikan hanya diberi anggaran sebesar Rp 24 Juta atau sama dengan Rp 200 juta dalam setahun.
“Untuk saksi-saksi saja butuh biaya,” jawabnya.
Sedangkan untuk Polres Polda Papua hanya memiliki 24 juta dan Kejaksaan hanya 10, sehingga diberbagai wilayah dalam rangka untuk proses membawa pelaku tindak pidana korupsi ke persidangan dan sebagainya sangat membutuhkan biaya.
JUSTINA HOMERS
Sumber |
0 komentar:
Post a Comment