Home » » PENDIDIKAN ANAK Menurut BUDAYA SUKU MEE

PENDIDIKAN ANAK Menurut BUDAYA SUKU MEE


pakian adat papua koteka - moge
Wissel-Papuavoice - Dalam budaya Mee, guru pertama dan terutama adalah orangtua yang paling bertanggung jawab dalam pendidikan [mendidik] anaknya [ukame-nakame]. Dalam bagian kita akan membahas mengenai dua pertanyaan; Bagaimana para orangtua Mee mendidik anak-anakanya? Dan apa tujuan dari pembinaan anak? Hal ini sangat penting untuk dibahas karena, sangat erat kaitan dengan penentuan jodoh saat ini.
            Pertama, Pendidikan anak laki-laki. Sebelum umur mencapai kira-kira 14 tahun tugas mendidik anak laki-laki adalah tanggungjawab penuh seorang ayah [bapa]. Satu-satu gurunya adalah bapa. Bapak menghabiskan waktunya dengan anak laki-lakinya. Pada saat bersama ini, bapa menjelaskan bagaimana caranya berdagang, memelihara babi, dan berkembang menjadi seorang manusia sejati [maakodo tonawi komugadoke te tiyake].
            Anak akan belajar dari “tindakan” bapanya. Tentang bagaimana dia membuat busur, dan anak panah, perahu, pagar, mengasah kampak [ono wogi], membangun rumah serta sejumlah keterampilan [untuk lebih jelas dapat dibaca pada tabel tugas laki-laki dan perepuan] dan pengetahun lain yan berguna untuk menjadi seorang laki-laki sejati. Anak belajar semuanya itu dengan mengambil bagian dalam kegiatan-kegitan ayahnya. Anak belajar keterampilan-keterampilan ini, tidak hanya dengan mengamati dan mendengarkan, melainkan juga dengan mempraktekkan.
            Pada sore/ malam hari anak belajar tentang mitos, legenda [totaa mana], peristiwa-peristiwa bersejarah yang menceritakan, direfleksikan oleh para orangtua di rumah yame owa[1]
1. Menyadari bahwa seorang anak tidak hanya dibana dengan keterampilan dengan pengetahuan, orangtua mencipkan kesempatan untuk menjadi independen dan mandiri. Hal ini dibina dengan memberikan bagian tertentu dari kebun dan mendorong dia untuk mengolahnya demi kepentingannya. Hasil kebunnya dibawa pulang ke rumah dan membag-bagi dengan orang di rumah. Dengan membagi-membagi ini, dia sedang berlatih menjadi “tuan rumah”. Bapa akan memuji keberhasilan anaknya. Dengan berkata dengan rasa penuh bangga “hari ini kami makan ubi/ petatas [Dugi dan  sayur dar hasil kebun anak saya”. Pujian bapa ini menambah semangat anaknya untuk tekun bekerja.
             
2. Selain itu, bapa juga memberikan seekor anak babi. Pemberian anak babi ini disertai dengan penjelasan tentang pentingnya pemeliharaan babi dan keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh apabila apabila seseorang tekun memelihara babi. Peristiwa pemberian anak babi ini sangat penting, karena tindakan ini meletakkan dasar bagi anak agar menjadi orang yang independen dan mandiri secara ekonomis di masa depan. Atas dasar kebun dan babi inilah, anak mulai melatih berdagang. Dia melatih berperan sebagai pemberi dan penerima kredit, mulai dari lingkungan kecil yakni keluarga.
            Salah satu aspek yang tidak kalah penting yang perlu ditanamkan bagi seorang anak laki-laki adalah “keberanian”. Bapak mendidik anaknya menjadi orang yang berani. Hal ini dilatih mulai dari perang-perangan antara bapa dengan anaknya. Ketika anak dapat tembak, bapa akan mengajar anaknya tentang siasat perang dan sejumalah hal lain yang mengfarahkan dia menjadi orang yang lincah dan berani.
            Sebagian tugas pendidikan anak diberikan kepada kakak-kakaknya. Mereka berlatih adik-adiknya dalam kelompok, adik-adiknya diikutsertakan Dallam kegiatan mencari kuskus, mengejar burung, mencari ikan, menjanjat batu/ pohon serta sejumlah kegiatan dan permainan lainnya.
            Ketika, seorang anak sudah menjadi remaja, lebih independen atau sekitar umur 14 tahun, dia disebut yokaga. Pada saat ini dia dipandang sebagai orang yang mempunyai tanggung jawab penuh, dalam mendukung ekonomi keluarga, dan dapat dilibatkan dalam perang. Dia sudah memperoleh keterampilan berkebun, membuat busur, dan anak panah serta sejumlah seterampilan lain. Namun dia masih harus belajar lagi dalam sejumlah hal seperti cerita-cerita rakyat, mitos-mitos, norma-norma adat dan nilai-nilai budaya dan terutama pengaturan usaha bisnis.
            Untuk belajar hal-hal itu, dia sendiri bisa belajar memilih seorang tonawi untuk menjadi gurunya. Kalau bapanya seorang tonawi, maka kemungkinan besar dia akan berguru kepada bapanya. Kalau bapanya seorang biasa, dia akan memilih seorang tonawi yang termasuk keluarga dekat. Dia akan belajar dari gurunya tentang cara-cara untuk menjadi tonawi dengan mengamati cara memperoleh harta dan menggunakannya, mendengarkan nasehatnya, dan mengikuti petunjuk-petunjuknya.
            Pembinaan ini diakhiri pada saat anaknya menikah/ kawin. Terkadang si guru memberikan anak babi sebagai modal dasar. Dan perkembangan selanjutnya tergantung dari kemampuan dia mengatur waktu, tenaga, dan ketekunannya dalam megolah dan mengembangkan kebun dan ternak, serta mempraktekan keterampilan-keterampilan berbisnis [ede pede].
            Melalui pembinaan ini, seorang anak laki-laki diharapakan untuk berkembang menjadi [makodo tonawi/ tonawi sejati]. Seorang laki-laki Mee yang diakui sebagai tonawi sejati memiliki eanam cirri khas utama; sehat dan kuat secara fisik, kaya, jujur, murah hati, membela kebenaran, berani dan mempunyai karisma penyembuhan. Kecuali unsur yang terakhir, cirri-ciri lainnya akan dimiliki oleh seorang laki-laki Mee hanya apabila dengan setia mengikuti pedoman hidup yang unggul dan tahan zaman yaitu “dimi akauwai awii” [jadikan pikiran, akal budi sebagai kakak].
            Kedua, Pendidikan Anak Perempuan. Dalam membina dan mendidik anak perempuan, ibunya berperan sebagai guru utama. Seorang anak perempuan belajar bagaimana caranya menjadi seorang perempuan Mee dari ibunya.  Seorang anak perempuan mengikuti ibunya ke kebun untuk belajar cara menanam dan memelihara tanaman serta menuai panen.  Di rumah dia belajar cara memasak. Di danau/ kali dia belajar cara menangkap ikan atau berudu, berdayun perahu, membuat jala [ebai poti] dan sejumlah keterampilan lain yang dikerjakan oleh perempuan.
            Agar seorang perempuan dapat menjadi seorang perempuan yang dapat bertanggung jawab atas miliknya, orangtuanya akan mendorong dia menjadi independen. Hal ini dilakukan dengan dua cara; pertama, orangtua memberikan satu bagian dari kebun keluarga, agar dia belajar menanam, merawatnya, memanen hasilnya. Kedua, orangtua memberikan seekor anak babi guna dipeliharanya sendiri. Ketika babi tersebut disembelih, dia akan mendapat ongkos piara [munee] sebagai suatu pengakuan dan penghargaan atas usaha pemeliharaannya.
            Tujuan dari semua pembinaan ini adalah agar anak perempuan dapat berkembang menjadi seorang perempuan Mee sejati yakni orang yang terampil, pandai, tekun, dan rajin. Perempuan Mee yang memiliki cirri-ciri ini diakui oleh masyarakat luas sebagai perempuan yang benar-benar memiliki dasar atau  fondasi kehidupan [makodo kabo yagamo]. Melalui sikap, perbuatan dan perkataan serta aya hidupnya, dia sungguh-sungguh menampilkan dirinya sebagai dar atau fondasi kehidupan, baik hidup keluarganya, maupun epa dan tuma dari suaminya.
Ketiga, Pendidikan Anak Laki-Laki dan Perempuan Saat Ini. Refleksi tentang pendidikan anak Mee di masa kini [saat ini] akan lebih difokuskan antara keluarga dan pendidkan formal, terutama sekolah dasar [SD]. Setelah masuknya pengaruh dari luar, pola pendidikan anak Mee sudah mulai berubah. Perhatian dan tanggung jawab orangtua dalam mendidik dan membina anak semakin menurun, hal ini terutama dengan hadirnya lembaga pendidikan formal yakni sekolah. Itu tidak berarti pendidikan formal tidak ada manfaatnya. Mesti diakui pendidikan formal seperti sekolah merupakan suatu hal baru dan dengan sengaja dimulai oleh Gereja KINGMI, Gereja Katolik dan diikuti oleh pemerintah. Tujuannya agar orang mendpatkan kesempatan belajar. Kini orang Mee sudah mulai melihat dan merasakan sejumlah hasil dari sekolah.
            Sekalipun sekolah dasar sudah mulai di buka di kampung-kampung di wilayah Meuwo [Paniai, Deiyai dan Dogiyai], masih banyak anak yang berminat untuk bersekolah. Mungkin hal ini sangat kaitan dengan pola pendidikan anak dalam budaya Mee. Budaya Mee menghargai kebebasan sebagai salah satu nilai fundamental dalam hidup. Sesuai dengan pola pendidikan anak menurut budaya Mee. Orangtua sebagai guru utama dan pertama mesti dalam mendidik dan membina anak. Tetapi orangtua juga tahu bahwa semuanya tergantung pada tanggapan anak. 
Kalau seorang anak melihat dan menyadari hal-hal positif dari pembinaan orangtuanya, dia akan menerima dan mengikutinya. Orangtua juga tidak akan memaksakan kehendak mereka apabila anak tidak mengindahkan pembinaan mereka. Sebab konsekuensinya akan dirasakan oleh anak itu sendiri. 
Orangtua berpendapat bahwa “yuwee tipi na ena, teyuwee tipi na ena okai kida gai. okai kida umitou kodo koyoka” juga tidak akan [entah dengar kah, tidak kah, terserah dari mereka, karena semua itu untuk kehidupan masa depan mereka]. Karena penghargaan yang tinggi akan kebebasan induvidu, anak mempunyai kebebasan penuh untuk membuat pilihan dan keputusan. Mungkin karena hal ini, sehingga dalam masyarakat Mee ada gejala seakan-akan orangtua membiarkan anak agar secara bebas mengambil keputusan, entah bersekolah atau tidak.
Tetapi ada terdengar juga keluhan bahwa anak-anak malas pergi ke sekolah. Biarpun orangtua marah, tidak memberi makan, bahkan memukul anak, toh anak masih keras kepala, tidak mau ke sekolah. Orangtua juga kewalahan. Pertanyaan disini adalah sejauhmana orangtua memperhatikan kepada anak bahwa sekolah itu penting? Kepentingan pendidikan mesti diperlihatkan dan ditanamkan pada anak oleh orangtuanya sejak kecil. 
Hal ini diusahakan bukan lewat kata-kata, tetapi melaui tidakan tindakan orangtua. Sebab anak pertama-tama belajar dari “tindakan” orangtua, bukan  dari kata-katanya. Sekalipun orangtua memberikan dorongan kepada anak di rumah untuk sekolah dan belajar, tetapi kalau anak tidak diantar ke sekolah, dan kalau orangtua sendiri tidak memperlihatkan minat baca atau belajar, bagaimana anak bisa pahami bahwa pendidikan pendidikan di sekolah dan belajar merupakan sesuatu yang penting bagi hidup. 
Orang Mee perlu ingat kembali bahwa dalam budaya Mee anak belajar sesuatu dengan tindakan-tindakan atau perbuatan orangtua.  Anak akan menjadikan segala tindakan orangtua sebagai sesuatu yang mesti diikuti, diteladani dan dipraktekkan. Tindakan orangtua berbicara lebih nayaring dan sangat berpengaruh dari pada beribu-ribu nasehat baik disampikan kepada anak. 
Nasehat orangtua akan didengarkan anak, hanya apabila anak melihat bahwa orangtua mempraktekan sendiri nasehatnya. Kalau lain kata, lain tindakan anak tidak percaya pada nasehat-nasehat, dan akan labih meniru tindakan orangtuanya.
Seringkali terdengar juga bahwa pendidikan merupakan urusan guru, bukan tanggung jawab orangtua. Dari pikiran seperti ini mucul pandangan bahwa anak menjadi pintar atau bodoh, menjadi rajin atau malas, semangat ke sekolah atu semuanya tergantung pad guru-guru. Hal ini member kesan bahwa seakan-akan orangtua tidak mempunyai pengaruh dalam membangkitkan semangat belajar dan bersekolah pada anak. 
Kalau anak bersekolah dengan baik, seringkali orangtua merasa tidak mampu dengan biaya pendidikan anak. Soal disini, bukannya tidak punya uang, malainkan belum tahu “cara mengatur uang” secara tepat dan terarah. Pendidikan anak belum menjadi suatu kebutuhan keluarga sehingga sekalipun ada uang, uang itu digunakan untuk memenuhi memenuhi kebutuhan [keinginan] lain. Akibatnya banyak pemuda-pemudi sudah putus sekolah. Mereka menjadi beban kelurga keluarga dan masyarakat.
Sementara itu hampir semua sekolah dasar di wilayah Meuwo dalam proses belajar mengajar kurang [tidak] berjalan dengan baik. Ada banyak sekolah yang berkelas enam tetapi tidak ada guru [kekurangan guru] sebagai contoh, SD YPPGI Kebo II, Distrik Paniai Utara, Kabupaten Paniai, sekolah ini terletak di pinggir ibukota Kabupaten Paniai, namun yang mengajar disekolah ini hanya dua orang guru. 
Disisi lain kalau pun gurunya sudah lengkap, bagimana dengan minat mengajar guru? Dan berapa jam sehari, mereka mengajar di kelasnya? Satu hal yang sangat jelas dan diketahui secara umum adalah mutu pendidikan sekalah dasar di daerah Meuwo amat sangat memprihatinkan. Buktinya, ada lulusan sekolah dasar yang tidak tahu membaca.
Anak-anak sekolah juga tidak pernah mengulang kelas [kalau tahan kelas], pilihan yang dia lakukan adalah pindah sekolah lain tanpa “surat keterangan pindah”. Lebih aneh, lagi adalah kepala sekolah yang dituju tidak pernah menanyakan alasan kepindahan anak tersebut, asal diterima begitu saja tanpa perduli entah dia mampu atau tidak. Sementara itu, ada sekolah yang semua anak dinaikkan kelas 100%, walaupun diantara mereka ada yang belum bisa membaca dan menulis.
Dan pada akhir tahun [setelah kelas enam] mereka diikutkan mengikuti Ujian Nasional dan Ujian Akhir Sekolah [UN/ UAS]. Kemudian semua anak “lulus 100%”, termasuk anak yang belum bisa baca dan tulis tadi. Lalu, pertanyaanya adalah bagaimana anak yang tidak tahu tulis dan baca itu mengerjakan soal-soal ujian?
Hanyalah gurunya yang tahu rahasianya. Tetapi yang jelas, mendengar semau anak naik/ lulus ujian nasional orangtua senang dan anaknya pun gembira. Guru-guru juga merasa bangga. Tetapi, sebenarnya terjadi penipuan yang sesungguh-sungguhnya. Para guru secara sadar dan dengan sengaja sudah menipu anak dan orangtuanya. Mereka menghancurkan masa depan anak Mee, justru melalui dari sekolah dasar. Bagaimana anak Mee bisa berkembang baik di atas dasar yang sudah hancur-hancuran ini?
Keempat, Harapan Untuk Masa Depan Pendidikan Anak Suku Mee. Kalau orangtua kurang memberikan perhatian terhadap pendidikan anak, semakin banyak orang buta huruf dan pengangur, apa yang suku Mee hendak sumbangkan kepada masyarakat dan bangsa? Tidak ada. Suku Mee akan menjadi penonton di diatas tanah Meuwo. Sementara orang lain giat dan aktif memberikan sumbagan kepada masyarakat, bangsa dan negara. Apa arti kehadiran suku Mee di dunia ini?
Kalau orang Mee bertekad untuk memberikan sumbangan berarti bagi, orangtua, guru, pemerintah dan gereja. Perlu memikirkan jalan keluar [solusi] yang terbaik untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan Sekolah Dasar di wilayah Meuwo yang kini sudah hadir tiga Kabupaten yakni Kabupaten Paniai, Kabuapten Deiyai, dan Kabupaten Dogiyai. 

Meeuwo, 05 Maret  2012
Sumber:
Share this video :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger