Papua kembali bergolak. Provinsi di ujung Timur Indonesia itu memanas
lantaran maraknya isu penembakan. Beberapa waktu lalu anggota Polri,
Brigadir Yohan Kisiwaitoi, tewas ditembak di ujung Bandara Enartotali.
Baru-baru ini, seorang pemimpin kemerdekaan Papua, Mako Tabuni,
tertembak mati.
Tabuni ditembak ketika lari dari polisi di sebuah jalan sepi di
ibukota Papua. Pendukung Tabuni mengatakan kepada media Australia bahwa
pemimpinnya dibunuh petugas berpakaian Detasemen Khusus 88.
satuan khusus kepolisian yang dibentuk setelah bom Bali tahun 2002
itu sebagian dilatih dan didanai Australia. Negara tersebut tidak bisa
memastikan apakah Detasemen 88 terlibat dalam kematian Tabuni.
Menko Polhukam, Djoko Suyanto, telah menegaskan bahwa penembakan atas
pemimpin Komite Nasional Papua Barat pada 14 Juni 2012 itu karena ia
melawan saat ditangkap aparat keamanan. Kapolda Papua, Irjen Pol Bigman
Lumban Tobing, diduga terlibat dalam sejumlah kasus kekerasan dan
penembakan di Papua.
Atas insiden tersebut, pemerintah Australia langsung bereaksi. Mereka
meminta penjelasan seputar insiden tersebut. Bahkan Menteri Luar Negeri
Australia Bob Carr menyatakan bahwa pihaknya ingin melihat Pemerintah
Indonesia menyelidiki kematian Mako Tabuni.
Pernyataan carr itu dimuat Harian the Sydney Morning Herald pada
Rabu, 29 Agustus 2012. Sementara siaran berita televisi ABC di
Australia, pada hari yang sama, juga mengabarkan Tabuni dibunuh oleh
Densus 88. Menlu Carr menyatakan bahwa pihaknya tidak bisa begitu saja
memercayai berita itu. Namun, Australia berharap ada penyelidikan dari
Pemerintah Indonesia menyangkut kematian Tabuni. “Kami ingin Indonesia
mengeluarkan saran mengenai apa yang harus dilakukan,” kata Carr kepada
ABC.
Sebelumnya, isu ini sudah diangkat oleh Perdana Menteri Julia Gillard
kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Wakil Ketua Komisi Hubungan
Luar Negeri DPR Tubagus Hasanuddin mengatakan, pernyataan Bob Carr ini
berpotensi makin menyemangati separatisme di Indonesia. Ini berdampak
negatif bagi Indonesia, karena bisa mengarah kepada semakin maraknya
ancaman keamanan, bahkan pertahanan Indonesia.
“Pernyataan Menlu Australia itu tidak baik bagi kedaulatan RI,”
katanya. Menurut Tubagus, akan lebih baik kalau Australia meminta
penjelasan kepada Pemerintah Indonesia terkait Mako Tabuni. Hasanuddin
menjelaskan pernyataan Australia seperti itu bisa jadi berawal dari
penilaian dunia Internasional terkait pembelaan HAM.
Indonesia dinilai intoleran, karena kurang melindungi hak minoritas.
Ditambah lagi, konflik Sampang beberapa waktu lalu pecah. “Ini semakin
memicu publik beranggapan bahwa HAM di Indonesia memang diabaikan,”
ujarnya.
Namun demikian, pernyataan seperti itu hanya akan memicu maraknya
separatisme di Indonesia. Kaum separatis semakin mendapatkan ruang
sehingga mereka mendapatkan pembelaan akan aksinya yang merugikan
keutuhan NKRI. “Ini harus diwaspadai,” kata Hasanuddin.
Sementara pakar hukum Internasional Hikmahanto Juwana menilai,
insiden penembakan oknum OPM di Papua Barat, berkaitan dengan kedaulatan
NKRI. Pemerintah negara lain tidak memiliki kepentingan dengan insiden
tersebut. “Saya rasa itu murni urusan dalam negeri kita,” jelasnya.
Jika Pemerintah Australia berkeinginan untuk mendapatkan penjelasan
seputar insiden itu, kata dia, maka seharusnya langsung berkomunikasi
dengan pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia nantinya akan menjawab
apa saja penjelasan yang diinginkan Pemerintah Australia.
Permintaan penjelasan seperti itu, menurutnya, adalah bagian dari
diplomasi yang menjunjung tinggi etika berhubungan antar
negara. Indonesia memiliki hubungan baik dengan Australia. Begitu juga
sebaliknya. “Akan lebih baik jika salah satu pihak jika bermasalah,
langsung berkomunikasi,” imbuhnya.
Menurut Hikmahanto, Papua dan Papua Barat memang kerap terjadi
gangguan keamanan. Pelakunya adalah Tentara Pembebasan Nasional (TPN)
Organisasi Papua Merdeka (OPM). Mereka kerap menginginkan berpisah dari
NKRI. Apa yang mereka lakukan mendapatkan perlawanan dari Pemerintah
Indonesia. Perundingan antara kedua belah pihak hampir saja terjadi.
Senada dengan Hikmahanto, pakar hubungan internasional Universitas
Pertahanan (Unhan), Bantarto Bandoro, menilai bahwa Australia kembali
campur tangan mengenai urusan dalam negeri Indonesia. Pernyataan
Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr yang ingin melihat Pemerintah
Indonesia menyelidiki kematian Mako Tabuni, tokoh Komite Nasional Papua
Barat, dilihat sebagai intervensi.
“(Penembakan Mako Tabuni) murni urusan dalam negeri kita,” kata
Bantarto dengan tegas, Kamis (30/8). Dia mengatakan, Australia tidak
berhak mengatakan atau meminta hal tersebut karena Mako Tabuni adalah
urusan dalam negeri Indonesia.
Sikap Australia, kata Bantarto, tidak boleh didiamkan. Pemerintah
Indonesia harus bisa mengemas apa yang terjadi di Papua tidak ada
kaitannya dengan pelanggaran HAM. Yang terjadi di Papua adalah
pelanggaran hukum yang harus ditindak.
Bantarto mengusulkan, pemerintah harus menegaskan secara terbuka
bahwa kasus di Papua itu merupakan persoalan dalam negeri. “Kita yang
punya otoritas. Pemerintah Australia tak perlu berkomentar. Ini
penanganan kita,” tegasnya. (HP)
Sumber: anastix.net
0 komentar:
Post a Comment