Home » » Listrik Tenaga Surya

Listrik Tenaga Surya

tenaga surya
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Indonesia, paling populer digunakan untuk
listrik pedesaan (terpencil), system seperti ini populer dengan sebutan SHS (Solar Home
System). SHS umumnya berupa system berskala kecil, dengan menggunakan modul
surya 50-100 Wp (Watt Peak) dan menghasilkan listrik harian sebesar 150-300 Wh.
Karena skalanya yang kecil, system DC (direct current) lebih disukai, untuk menghindari
losses dan self consumption akibat digunakannya inverter.

Konfigurasi SHS seperti diagram dibawah ini:
Karena systemnya yang kecil dan dipasang secara desentralisasi (satu rumah satu
pembangkit, sehingga tidak memerlukan jaringan distribusi) SHS ideal digunakan untuk
listrik di pedesaan dimana jarak rumah satu dengan lainnya berjauhan, dan keperluan
listriknya relatif kecil, yakni hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar (lampu).
Meskipun secara pengertian SHS dapat saja berupa system yang besar (sejauh masih
digunakan untuk listrik rumah), namun kebanyakan orang cenderung tidak menggunakan
istilah SHS untuk system yang menggunakan modul lebih besar dari 100Wp (atau
produksi energi harian >400Wh).

Kecilnya listrik yang dapat disediakan oleh SHS (kecil menurut definisi orang kota yang
sering menggunakan listrik jauh diatas produksi SHS, padahal bagi orang desa listrik
sejumlah itu sangat bermanfaat, karena dibandingkan lampu minyak tanah, yakni lampu
teplok/petromak), ditambah lagi dengan relatif sulitnya mencari peralatan elektronik rumah
tangga (TV, Radio/Tape dll) yang menggunakan system DC, membuat SHS tidak menarik
untuk penggunaan di desa-desa dekat kota atau di perkotaan, dimana kebutuhan listrik
sudah tidak melulu hanya untuk lampu penerangan.

Meskipun belum ada batasan yang jelas, PLTS yang menggunakan modul surya lebih
dari 100Wp (Output energi >400Wh), dan oleh karenanya lebih memungkinkan digunakan
system AC (Alternating current; karena listrik yang dapat digunakan setelah dikurangi
losses dan self consumption inverter masih cukup memadai), dalam tulisan ini, termasuk
dalam kategori PLTS skala menengah-besar. PLTS pada skala ini umumnya tidak lagi
menggunakan system desentralisasi, tetapi menggunakan system sentralisasi ( dus
menggunakan jaringan distribusi), dan dikombinasikan dengan system pembangkit
lainnya.

Tulisan ini, akan mengkonsentrasikan diri pada pembahasan PLTS skala menengahbesar,
dengan menggunakan lebih dari satu pembangkit listrik, dengan kapasitas
minimum 2.5 kW.

Di Indonesia, demand untuk system ini mulai terlihat meningkat sejak tahun 2000an
seiring dengan gencarnya kampanye energi hijau untuk perkotaan dan dicabutnya subsidi
BBM oleh pemerintah pada tahun 2005, yang membuat biaya operasi genset, terutama di
daerah (pulau) terpencil menjadi semakin mahal dan mengakibatkan harga PLTS
semakin kompetitif.

Grid connected PV (PV=photovoltaic=PLTS), Grid Interractive, BIPV (Building Integration
PV) adalah aplikasi Hybrid (=menggunakan 2 atau lebih system pembangkit energi yang
berbeda) antara PLTS dan Listrik jaringan (PLN) yang sudah banyak digunakan
diperkotaan: Ruangan Menteri Pendidikan, Mentri Ristek, Dirjen LPE, Halte Busway dll.
Sedangkan Hybrid PV-Genset (baik untuk jaringan stand alone genset ataupun genset
yang sudah di-interkoneksi), PV-Mikro Hydro, dan PV-Wind adalah aplikasi hybrid yang
banyak digunakan di pedesaan, ataupun untuk system off-grid (isolated grid). Systemsystem
ini akan diulas lebih banyak pada bab-bab berikut.

Keunggulan terpenting dari penggunaan PLTS adalah:
1. Tergolong kedalam sumber energy terbarukan dan ramah lingkungan.
2. Tidak memerlukan biaya maintenance dan biaya operasi.
3. Memiliki umur tek nis lebih dari 30 tahun.

Umum
Pengertian Hybrid pada tulisan ini adalah penggunaan 2 atau lebih pembangkit listrik
dengan sumber energi yang berbeda, umumnya digunakan untuk captive genset,
sehingga diperoleh sinergy yang memberikan keuntungan ekonomis maupun teknis
(=keandalan system supply).

Tujuan utama dari system hybrid pada dasarnya adalah berusaha menggabungkan dua
atau lebih sumber energi (system pembangkit) sehingga dapat saling menutupi
kelemahan masing-masing dan dapat dicapai keandalan supply dan efisiensi ekonomis
pada type load (Load profile) tertentu.

Type load (Load profile) adalah keyword penting dalam system hy brid. Untuk setiap load
profile yang berbeda, akan diperlukan system hybrid dengan komposisi tertentu, agar
dapat dicapai system yang optimum. Oleh karenanya, system design dan system sizing
(lihat publikasi pt Azet tentang topik ini), memegang peranan penting untuk mencapai
target dibuatnya system hybrid. Sebagai contoh, load profile yang relatif konstan selama
24 jam dapat dicatu secara efisien dan ekonomis oleh genset (dengan kapasitas yang
sesuai), akan tetapi load profile dimana penggunaan listrik pada siang hari berbeda jauh
dibandingkan dengan malam hari, akan membuat penggunaan genset saja tidak
optimum. Dibawah ini adalah typical load profile untuk konsumen listrik pedesaan:
Pada saat peak load, penggunaan genset mencapai titik optimum, tetapi pada saat base
load, efisiensi genset sangat menurun. Pada load profile seperti ini system hybrid sangat
bermanfaat.

System Hybrid dapat melibatkan 2 atau lebih system pembangkit listrik, umumnya system
pembangkit yang banyak digunakan untuk hybrid adalah genset, PLTS, mikrohydro,
Tenaga Angin. Sehingga system hybrid bisa berarti PLTS-Genset, PLTS-Mikrohydro,
PLTS-Tenaga Angin dst. Di indonesia system hybrid telah banyak digunakan, baik PLTSGenset, PLTS-Mikrohydro, maupun PLTS-Tenaga Angin-Mikro Hydro. Namun demikian
hybrid PLTS-Genset yang paling banyak dipakai. Umumnya digunakan pada captive
genset/isolated grid (stand alone genset, yakni genset yang tidak di interkoneksi).

Tujuan dari Hybrid PV-Genset adalah mengkombinasikan keunggulan dari setiap
pembangkit (dalam hal ini genset & PLTS) sekaligus menutupi kelemahan masing-masing
pembangkit untuk kondisi-kondisi tertentu, sehingga secara keseluruhan system dapat
beroperasi lebih ekonomis dan efisien. Photovoltaic memerlukan investasi awal yang
besar tetapi tidak memerlukan operation & maintenance (O&M) cost, dan lebih murah
untuk jangka panjang, oleh karenanya ideal untuk mencatu base load, yang umumnya
tidak terlalu besar. Apabila digunakan untuk mencatu peak load, investasi awal yang
dibutuhkan akan terlalu besar. Dilain pihak, Investasi awal genset tidak besar tetapi O&M
cost tinggi dan mahal untuk jangka panjang, sehingga efektif dan efisien untuk mencatu
load besar pada saat peak load, tetapi tidak efisien pada base load, karena jauh dibawah
kapasitas optimumnya. Kombinasi Hybrid PV-Genset akan mengurangi jam operasi
genset (misalnya dari 24 jam per hari menjadi hanya 4 jam per hari pada saat peak load
saja) sehingga biaya O&M dapat lebih efisien, sementara PLTS digunakan untuk mencatu
base load, sehingga tidak dibutuhkan investasi awal yang besar. Dengan demikian
Hybrid PV-Genset akan dapat menghemat O&M cost, mengurangi inefisiensi
penggunaan genset, serta sekaligus menghindari kebutuhan investasi awal yang besar.
Konfigurasi Hybrid PV-Genset

System Hybrid PV-Genset terdiri dari empat komponen utama, sebagai berikut:

1. Genset
Membangkitkan listrik AC, untuk system hybrid umumnya dilengkapi dengan
automatic starter, agar nyala-mati nya genset dapat diatur otomatis dari electronic
controller.

2. PLTS (PV)
Mengkonversi sinar matahari menjadi listrik DC. Mengingat system hybrid
menggunakan modul surya (Solar module/Solar panel) dalam jumlah yang cukup
banyak dan semuanya disambungkan baik seri maupun paralel, maka modul
surya dengan kapasitas per panel yang besar (> 100 Wp/panel) lebih disukai,
dengan demikian dapat mengurangi kebutuhan kabel koneksi. Listrik yang
dihasilkan oleh modul surya, sebelum masuk ke jaringan distribusi dikonversi
menjadi listrik AC (alternating current), oleh karena itu output dari solar modul
diusahakan dengan voltage >12VDC (system voltage 48V ~ 120 VDC umum
dipakai). Untuk kebutuhan ini, BP Solar mengeluarkan modul surya 160Wp
dengan system voltage 24V DC, hal ini memudahkan koneksi untuk mengejar
DC voltage yang tinggi. Koneksi seri/paralel antar modul surya juga disertai
dengan diode-diode pengaman (Bypass Diode & Blocking Diode) untuk
mencegah short circuit, hot spot, dan reverse current.

3. Electronic Controller/Bi directional Inverter
Sering juga disebut sebagai power conditioner. Pada hakekatnya berfungsi
sebagai: (a). Voltage conditioning sebelum di catu ke load, (b). Berfungsi sebagai
inverter dengan mengkonversi listrik DC yang dihasilkan solar pv system menjadi
listrik AC yang akan dicatu ke load, (c). Berfungsi sebagai charger untuk
mencharge battery dengan memanfaatkan kelebihan listrik dari genset, (d). Berfungsi mengatur charging battery dari solar module, (e). Mengatur dan
mengelola pembangkit mana yang harus bekerja sesuai dengan kebutuhan load,
termasuk mematikan dan menyalakan genset.


4. Battery
Berfungsi sebagai buffer daya untuk mengatasi time lag antara dihasilkannya
listrik oleh pembangkit (PV ataupun genset) dengan waktu digunakannya listrik
oleh load. Ukuran battery yang dipakai sangat tergantung pada ukuran genset,
ukuran solar panel, dan load pattern. Ukuran battery yang terlalu besar baik
untuk efisiensi operasi tetapi mengakibatkan kebutuhan investasi yang terlalu
besar, sebaliknya ukuran battery terlalu kecil dapat mengakibatkan tidak
tertampungnya daya berlebih dari pembangkit dan genset terlalu sering menyala.
System hybrid secara skematis disajikan pada diagram berikut ini:
Cara Kerja

Terdapat beragam system hybrid, tergantung pada system design dan pilihan peralatan.
Pada system hybrid tertentu, peralihan PLTS atau genset yang dioperasikan dilakukan
secara manual. System ini tidak disarankan karena sangat tergantung pada ketelitian
operator dalam mengamati perilaku load. System hybrid yang baik dilengkapi dengan
automatic engine starter pada gensetnya dimana mati-hidupnya genset di atur secara
elektronis. Perkembangan teknologi system control untuk hybrid sudah sangat baik akhirakhir
ini.

Apabila load dapat di catu oleh PLTS dan battery, maka SMD akan mengkonversi listrik
DC dari PLTS atau battery menjadi listrik AC, lalu di catu ke jaringan. Apabila PLTS dan
battery tidak mampu lagi mencatu load, maka genset akan di nyalakan untuk membantu
mencatu listrik. Tergantung pada system sizing dan system designnya, hal ini berarti
pada dasarnya base load akan dicatu oleh PLTS (dan battery), sedangkan peak load
akan dicatu oleh genset.

Battery akan di isi (charge) oleh dua sumber, yakni PLTS pada siang hari, dan genset
yang berasal dari daya berlebih (excessive power) pada saat genset mencatu peak load,
yakni ketika peak load mulai menurun (dan genset masih menyala).


Perilaku hybrid tersebut di atas dapat di set pada SMD, dan dasar set up nya adalah pada
saat penentuan system sizing dan system design berdasarkan data load profile. Oleh karena itu, seperti telah dijelaskan di bab sebelumnya, load profile sangat menentukan
perilaku system hybrid dalam mencatu listrik.

Apabila system sizing dan system designya tidak baik, genset dapat sering menyala atau
menyala pada jam-jam yang tidak diinginkan (misalnya tengah malam), sehingga
persediaan BBM tidak dapat diprediksi. Hal ini akan menjadi masalah besar apabila
system hybrid di tempatkan di wilayah dimana supply BBM relatif sulit.
System Sizing & Design

System sizing adalah proses menentukan kapasitas (ukuran) system berdasarkan load
profile yang ingin di catu dengan memperhatikan kemampuan output masing-masing
pembangkit.

Kapasitas system hybrid PLTS-Genset yang banyak digunakan adalah: 2.5kW, 5kW,
10kW, 20 kW, 40kW, 60kW, 80kW, dan 100kW.


Komposisi porsi PLTS dan porsi Genset ditentukan dengan mempertimbangkan banyak
aspek, seperti: a) Kondisi suplai BBM (apabila suplai BBM relatif sulit maka porsi genset
cenderung diperkecil), b) Harga BBM setempat (apabila harga BBM setempat mahal maka porsi genset cenderung diperkecil), c) Load profile (lihat pembahasan base load dan peak load dalam kaitannya dengan catu listrik dari pembangkit), dan d) Kemampuan biaya pembangunan (=investasi; porsi genset terlalu besar mengakibatkan O&M cost yang besar, tapi apabila porsi PLTS besar maka O&M cost kecil tetapi investasi besar).

Komposisi yang umum dipakai adalah: 20-40% PLTS dan 60-80% Genset.
Ukuran battery yang akan digunakan diperhitungkan dengan mempertimbangkan radiasi
matahari (ESH, equivalent sun hour), load profile, dan pengaturan jam kerja genset.
Ukuran battery yang terlalu kecil akan mengakibatkan genset terlalu sering menyala,
sedangkan apabila terlalu besar akan mengakibatkan tingginya biaya investasi Berdasarkan uraian tersebut di atas, system hybrid dengan kapasitas yang sama tidak

berarti memerlukan biaya investasi yang sama. Biaya investasi hybrid PLTS-Genset
sangat ditentukan oleh komposisi porsi genset, porsi PLTS, dan Ukuran Battery; serta
design systemnya (lihat pembahasan system design di bawah ini).

System Design adalah proses menentukan design peralatan yang akan dipakai agar
dapat dicapai tujuan yang telah ditetapkan, dan agar peralatan satu dengan lainnya dapat
berinteraksi dengan baik. Sebagai contoh, system hybrid dapat saja menggunakan
genset dengan manual starter atau automatic starter, dan genset manapun yang dipilih
maka harus disesuaikan dengan system control yang akan dipakai. System Hybrid yang
digunakan pada jaringan captive genset/isolated genset (off grid system), dapat juga
dilengkapi dengan system pra bayar, dimana masyarakat dapat membeli listrik untuk
kebutuhan satu minggu/bulan. 
  
Oleh CENDRAWASIH POWER PAPUA 

Share this video :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger