JAYAPURA - Meski Serahterima Jabatan Kapolda Papua dari
Irjen Pol Drs BL Tobing kepada Irjen Pol Drs Tito Karnavian masih
menunggu jadwal, namun sorotan mulai bermunculan, antara lain
disampaikan Direktur Baptis Voice Papua dan Mantan Wakil Ketua
Perwakilan Komnas HAM Papua periode 2009-20121 Matius Murib dan
Ketua Umum Gereja Baptis Pdt. Socrates S Yoman, usai pertemuan Tokoh
Gereja-Gereja di Papua dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres)
bidang Hukum dan HAM di Kantor Sekretariat Gereja KINGMI Papua,
Jayapura, Rabu (5/9).
Matius Murib mengungkapkan, pejabat publik di Jakarta hanya melihat Papua merupakan wilayah konflik, dimana eskalasi kekerasan selama 5 tahun terakhir ini makin meningkat.
Disisi lain, tukas dia, orang Papua diidentikan dengan kekerasan atau stigmatisasi separatis. Bahkan terakhir, orang Papua mau distigmatisasi lagi sebagai teroris.
“Stigma separatis selama ini hendak dinaikkan menjadi stigmatisasi teroris. Stigmatiasi itu datang sebelum Kapolda Papua baru. Pertanyaannya apakah di Papua itu ada teroris? Ataukah orang Papua memang teroris,” tanya dia.
Matius juga beranggapan, Densus 88 dilibatkan dan terlibat aksi penembakan terhadap tokoh OPM di Timika Almarhum Kelly Kwalik dan Wakil Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Mako Tabuni. “Di Papua tak ada teroris, tapi sekelompok pejuang yang ingin memisahkan diri dari Kedaulatan NKRI,” ujarnya. Kata dia, track record mantan Kepala Densus 88 yang juga sebelumnya berhasil mengungkap jaringan teroris Nurdin M Top dan penangkapan Tommy Soeharto ketika menjabat Deputi Penindakan dan Peningkatan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) justru dikwatirkan aksi penembakan dan kekerasan yang dilakukan TNI/Polri terhadap warga sipil di Papua makin meningkat. Padahal, semua pihak mengharapkan persoalan Papua dapat diselesaikan secara damai dan bermartabat.
Meski demikian, Matius menghimbau Kapolda baru dalam menjaga Kamtibmas tak menggunakan cara-cara kekerasan di Papua ini. Tapi Kapolda harus lebih baik, lebih ramah terhadap HAM, lebih profesional, lebih prosedural menggunakan Protap Polri yang sudah ada.
Hal senada diungkapkan Pdt. Socrates S Yoman menegaskan, misi negara untuk perjuangan rakyat Papua secara damai selama ini mau diarahkan ke perjuangan kekerasan. Karena itu, ujar dia, pihaknya mempertanyakan, apakah pemerintah mau menyembunyikan kekerasan yang dilakukan oleh negara selama ini, untuk diarahkan kepada penduduk sipil di Papua.
“Bukankah negara telah gagal melindungi rakyat Papua, bahkan tak ada masa depan yang lebih baik bagi rakyat Papua. Tapi Rakyat Papua direndahkan martabatnya atau tak dihargai sebagai manusia, “ tandasnya.
Sekali lagi, ujar dia, di Papua tak ada teroris. Yang ada hanyalah rakyat sipil yang berjuang untuk menggapai rasa keadilan dan hak-hak rakyat Papua. “Kehadiran Kapolda baru ini, bisa menghadirkan rasa aman, nyaman, tenteram dan damai serta keadilan bagi masyarakat Papua,” tandas dia. (mdc/don/l03)
Sumber: Binpa
Matius Murib mengungkapkan, pejabat publik di Jakarta hanya melihat Papua merupakan wilayah konflik, dimana eskalasi kekerasan selama 5 tahun terakhir ini makin meningkat.
Disisi lain, tukas dia, orang Papua diidentikan dengan kekerasan atau stigmatisasi separatis. Bahkan terakhir, orang Papua mau distigmatisasi lagi sebagai teroris.
“Stigma separatis selama ini hendak dinaikkan menjadi stigmatisasi teroris. Stigmatiasi itu datang sebelum Kapolda Papua baru. Pertanyaannya apakah di Papua itu ada teroris? Ataukah orang Papua memang teroris,” tanya dia.
Matius juga beranggapan, Densus 88 dilibatkan dan terlibat aksi penembakan terhadap tokoh OPM di Timika Almarhum Kelly Kwalik dan Wakil Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Mako Tabuni. “Di Papua tak ada teroris, tapi sekelompok pejuang yang ingin memisahkan diri dari Kedaulatan NKRI,” ujarnya. Kata dia, track record mantan Kepala Densus 88 yang juga sebelumnya berhasil mengungkap jaringan teroris Nurdin M Top dan penangkapan Tommy Soeharto ketika menjabat Deputi Penindakan dan Peningkatan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) justru dikwatirkan aksi penembakan dan kekerasan yang dilakukan TNI/Polri terhadap warga sipil di Papua makin meningkat. Padahal, semua pihak mengharapkan persoalan Papua dapat diselesaikan secara damai dan bermartabat.
Meski demikian, Matius menghimbau Kapolda baru dalam menjaga Kamtibmas tak menggunakan cara-cara kekerasan di Papua ini. Tapi Kapolda harus lebih baik, lebih ramah terhadap HAM, lebih profesional, lebih prosedural menggunakan Protap Polri yang sudah ada.
Hal senada diungkapkan Pdt. Socrates S Yoman menegaskan, misi negara untuk perjuangan rakyat Papua secara damai selama ini mau diarahkan ke perjuangan kekerasan. Karena itu, ujar dia, pihaknya mempertanyakan, apakah pemerintah mau menyembunyikan kekerasan yang dilakukan oleh negara selama ini, untuk diarahkan kepada penduduk sipil di Papua.
“Bukankah negara telah gagal melindungi rakyat Papua, bahkan tak ada masa depan yang lebih baik bagi rakyat Papua. Tapi Rakyat Papua direndahkan martabatnya atau tak dihargai sebagai manusia, “ tandasnya.
Sekali lagi, ujar dia, di Papua tak ada teroris. Yang ada hanyalah rakyat sipil yang berjuang untuk menggapai rasa keadilan dan hak-hak rakyat Papua. “Kehadiran Kapolda baru ini, bisa menghadirkan rasa aman, nyaman, tenteram dan damai serta keadilan bagi masyarakat Papua,” tandas dia. (mdc/don/l03)
Sumber: Binpa
0 komentar:
Post a Comment