Oleh: National Papua Solidarity
Proyek Militer untuk menguatkan dan mengmankan BISNIS MILITER (TNI/POLRI) tetap terjaga dan terkonsolidasi lewat bergai konflik yang terjadi saat ini.Milisi bersenjata yang di ciptakan (Orang Tak Di kenal) yang mempunyai tugas menghantui dan menakutkan semua warga papua sehingga menimbulkan konflik horintal saling curiga warga papua yang kategori "asli dan pendatang" (istilah rasis yang bermakna negatif). Berbagai konflik berdarah di papua tidak ada satupun kasus yang terungkap bahkan diproses secara hukum. oknum yang di tuduh dan di kambinghitamkan di legalkan sebagai pelaku tanpa ada proses penyelidikan yang detail dan transparan kepada publik. Stigma separatis, makar,OPM selalu di gunakan sebagai bentuk kriminaslisasi terhadap masyarakat sipil maupun aktivis-aktivis kemanusian . Konflik yang di pelihara semala puluhan tahun ini menggambarkan bobrok dan rusaknya sistem kenegaraan yang dibangun di Papua. Tidak ada Jaminan Keamanan dan kenyamanan saat ini merupakan kegagalan negara dalam menjaga dan melindungi setiap manusia yang mempunyai hak untuk hidup dan berkreasi di atas tanah adatnya. Pola konflik yang dibangun secara terstruktur dan sistematis ini hanya bisa di lakukan oleh orang-orang telatih khusus di bidang kemiliteran tertutama menghadapi daerah daerah yang kaya akan potensi Sumber Daya ALAM. Kebijakan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) merupakan turunan program untuk mempercepat masuknya investasi yang dikontrol dan di biayai modal internasional (saat ini Utang Negara Indonesia 2000 Trilyun Dollar). UP4B hanya berperan untuk menyiapkan aset-aset pembangunan Sumber daya Alam dan Sumber daya manusia yang kemudian akan dieksploitasi untuk kepentingan penguasa (elit elit birokrat nasional, daerah/pengusaha). Disinilah peran Militer (TNI/POLRI) sangat dibutuhkan untuk mengawal dan mengamankan semua aset investasi yang sudah dikontrakkan antara pemerintah dan pemilik modal yang tidak di ketahui sama sekali oleh pemilik ulayat Tanah Adat. Pemekaran wilayah saat ini merupakan syarat utama untuk mempercepat proses eksploitasi sehingga pemerintah dan modal internasional akan mempersiapkan boneka-boneka yang berkulit hitam dan keriting untuk mempercepat dan melegalkan proses pemekaran. UP4B sangat berkempentingan untuk berbagai proses percepatan pembangunan sehingga sistem keamanan akan di maksimalkan untuk mengawal percepat proses pemekaran. Sehingga kita tidak perlu kaget dan heran saat ini ketika UP4B tidak mempunyai peran yang strategis untuk menyelesaikan konflik kemanusiaan (Hak SIPOL dan EKOSOB) yang menjadi virus dan akar persoalan utama di papua. Persoalan utama Papua yang sudah di simpulkan LIPI anatara lain, masalah Sejarah papua, marginalisasi, pelanggran HAM dan kegagalan pembangunan manusia papua, tidak menjadi landasan dan kerja2 yang harus di lakukan oleh UNIT ini (UP4B) yang di bentuk oleh pemerintah SBY saat ini. Lemah, bobrok dan tidak berfungsinya aparatus pemerintah di daerah (Pemerintah Propinsi, Kabupaten, DPRP, DPRD,dll) dalam mengawal dan melaksanan semua program dan kebijakan pemerintahan di papua saat ini tidak di jawab dengan evalusi menyeluruh kegagalan kegagalan tersebut justru memunculkan UP4B yang menjadi pemicu konflik internal pro dan kontra dari sesama birokrasi pemerintah pusat dan daerah dan terkesan oleh masyarakat papua konflik pembagian kekuasaan untuk kepentingan perut (Uang) antara elit nasional dan Elit Birokrasi di Papua. Begitu banyak Undang-Undang yang diciptakan di papua dan dijadikan acuan walaupun saling bertabrakan dan menimbulkan konflik antara undang2 tersebut. Semua ini membuktikan bahwa pemerintah RI di bawah rezim SBY tidak mempunyai solusi kongrit terhadap semua persoalan papua saat ini. Pemerintah yang sangat pro terhadap modal internasional ini akan menggunakan segala macam bentuk kebijakan untuk melegalkan semua perjanjian-perjanjian penanaman modal di papua. Masyarakat adat papua saat ini akan dipaksa untuk melepaskan tanah adat melalui berbagai bentuk kebijakan baik sertifikasi tanah, pemekaran wilayah, mendapatkan jabatan di birokrasi, dijadikan figur ( elit) secara mendadak, difasilitasi oleh keuangan negara dengan membentuk tim Sukses untuk berbagai pemekaran wilayah, menggunakan Partai-partai poltik sebagai legalitas kekuasaan untuk menjalankan semua kebijakan nasional yang sudah di tetapkan oleh pemerintah pusat.Inilah wajah Pemerintah ini baik Penguasa di Jakarta maupun Birokrasi eli2 daerah (Papua). Hitam keriting tidak menjamin untuk menciptakan kedamaian dan memajukan dan memandirikan masyarakat adat papua, Terbukti Otonomi Khusus Gagal yang menimbulkan banyak korupsi dari birokrasi papua yang dibiarkan dan di perlihara. Pengiriman pasukan militer organik dan non organik juga di fasilitasi oleh anggran pendapatan daerah melalui persetujuan DPRP, dan Pemprof ( papua dan papua Barat), sehingga situasi konflik saat ini tidak satu pun elit papua yang hitam dan kerting berteriak dan mau menaruh jabatannya untuk harga manusia papua yang sudah banyak menjadi tumbal keserakarah dan kerakusan penguasa-penguasa birokrasi dan modal.Untuk itu gerakan pro demokrasi di papua (NGO maupun organ/faksi perjuangan) dapat memetakan dan memahami situa konflik yang dibangun secara struktural dan di jalankan secara sadar oleh rezim pemerintah, sehingga kita mampu menyatukan konsep dengan membangun gerakan bersama untuk melawan penguasa-penguasa pemerintahan yang berwatak MILITERISME.
Geel Vink
Proyek Militer untuk menguatkan dan mengmankan BISNIS MILITER (TNI/POLRI) tetap terjaga dan terkonsolidasi lewat bergai konflik yang terjadi saat ini.Milisi bersenjata yang di ciptakan (Orang Tak Di kenal) yang mempunyai tugas menghantui dan menakutkan semua warga papua sehingga menimbulkan konflik horintal saling curiga warga papua yang kategori "asli dan pendatang" (istilah rasis yang bermakna negatif). Berbagai konflik berdarah di papua tidak ada satupun kasus yang terungkap bahkan diproses secara hukum. oknum yang di tuduh dan di kambinghitamkan di legalkan sebagai pelaku tanpa ada proses penyelidikan yang detail dan transparan kepada publik. Stigma separatis, makar,OPM selalu di gunakan sebagai bentuk kriminaslisasi terhadap masyarakat sipil maupun aktivis-aktivis kemanusian . Konflik yang di pelihara semala puluhan tahun ini menggambarkan bobrok dan rusaknya sistem kenegaraan yang dibangun di Papua. Tidak ada Jaminan Keamanan dan kenyamanan saat ini merupakan kegagalan negara dalam menjaga dan melindungi setiap manusia yang mempunyai hak untuk hidup dan berkreasi di atas tanah adatnya. Pola konflik yang dibangun secara terstruktur dan sistematis ini hanya bisa di lakukan oleh orang-orang telatih khusus di bidang kemiliteran tertutama menghadapi daerah daerah yang kaya akan potensi Sumber Daya ALAM. Kebijakan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) merupakan turunan program untuk mempercepat masuknya investasi yang dikontrol dan di biayai modal internasional (saat ini Utang Negara Indonesia 2000 Trilyun Dollar). UP4B hanya berperan untuk menyiapkan aset-aset pembangunan Sumber daya Alam dan Sumber daya manusia yang kemudian akan dieksploitasi untuk kepentingan penguasa (elit elit birokrat nasional, daerah/pengusaha). Disinilah peran Militer (TNI/POLRI) sangat dibutuhkan untuk mengawal dan mengamankan semua aset investasi yang sudah dikontrakkan antara pemerintah dan pemilik modal yang tidak di ketahui sama sekali oleh pemilik ulayat Tanah Adat. Pemekaran wilayah saat ini merupakan syarat utama untuk mempercepat proses eksploitasi sehingga pemerintah dan modal internasional akan mempersiapkan boneka-boneka yang berkulit hitam dan keriting untuk mempercepat dan melegalkan proses pemekaran. UP4B sangat berkempentingan untuk berbagai proses percepatan pembangunan sehingga sistem keamanan akan di maksimalkan untuk mengawal percepat proses pemekaran. Sehingga kita tidak perlu kaget dan heran saat ini ketika UP4B tidak mempunyai peran yang strategis untuk menyelesaikan konflik kemanusiaan (Hak SIPOL dan EKOSOB) yang menjadi virus dan akar persoalan utama di papua. Persoalan utama Papua yang sudah di simpulkan LIPI anatara lain, masalah Sejarah papua, marginalisasi, pelanggran HAM dan kegagalan pembangunan manusia papua, tidak menjadi landasan dan kerja2 yang harus di lakukan oleh UNIT ini (UP4B) yang di bentuk oleh pemerintah SBY saat ini. Lemah, bobrok dan tidak berfungsinya aparatus pemerintah di daerah (Pemerintah Propinsi, Kabupaten, DPRP, DPRD,dll) dalam mengawal dan melaksanan semua program dan kebijakan pemerintahan di papua saat ini tidak di jawab dengan evalusi menyeluruh kegagalan kegagalan tersebut justru memunculkan UP4B yang menjadi pemicu konflik internal pro dan kontra dari sesama birokrasi pemerintah pusat dan daerah dan terkesan oleh masyarakat papua konflik pembagian kekuasaan untuk kepentingan perut (Uang) antara elit nasional dan Elit Birokrasi di Papua. Begitu banyak Undang-Undang yang diciptakan di papua dan dijadikan acuan walaupun saling bertabrakan dan menimbulkan konflik antara undang2 tersebut. Semua ini membuktikan bahwa pemerintah RI di bawah rezim SBY tidak mempunyai solusi kongrit terhadap semua persoalan papua saat ini. Pemerintah yang sangat pro terhadap modal internasional ini akan menggunakan segala macam bentuk kebijakan untuk melegalkan semua perjanjian-perjanjian penanaman modal di papua. Masyarakat adat papua saat ini akan dipaksa untuk melepaskan tanah adat melalui berbagai bentuk kebijakan baik sertifikasi tanah, pemekaran wilayah, mendapatkan jabatan di birokrasi, dijadikan figur ( elit) secara mendadak, difasilitasi oleh keuangan negara dengan membentuk tim Sukses untuk berbagai pemekaran wilayah, menggunakan Partai-partai poltik sebagai legalitas kekuasaan untuk menjalankan semua kebijakan nasional yang sudah di tetapkan oleh pemerintah pusat.Inilah wajah Pemerintah ini baik Penguasa di Jakarta maupun Birokrasi eli2 daerah (Papua). Hitam keriting tidak menjamin untuk menciptakan kedamaian dan memajukan dan memandirikan masyarakat adat papua, Terbukti Otonomi Khusus Gagal yang menimbulkan banyak korupsi dari birokrasi papua yang dibiarkan dan di perlihara. Pengiriman pasukan militer organik dan non organik juga di fasilitasi oleh anggran pendapatan daerah melalui persetujuan DPRP, dan Pemprof ( papua dan papua Barat), sehingga situasi konflik saat ini tidak satu pun elit papua yang hitam dan kerting berteriak dan mau menaruh jabatannya untuk harga manusia papua yang sudah banyak menjadi tumbal keserakarah dan kerakusan penguasa-penguasa birokrasi dan modal.Untuk itu gerakan pro demokrasi di papua (NGO maupun organ/faksi perjuangan) dapat memetakan dan memahami situa konflik yang dibangun secara struktural dan di jalankan secara sadar oleh rezim pemerintah, sehingga kita mampu menyatukan konsep dengan membangun gerakan bersama untuk melawan penguasa-penguasa pemerintahan yang berwatak MILITERISME.
Geel Vink
oleh National Papua Solidarity pada 26 Agustus 2012 pukul 16:12 ·
0 komentar:
Post a Comment