Jayapura - Mantan tokoh OPM yang pernah berjuang di luar negeri dan menjadi wartawan di PBB Franzalbert Yoku mengatakan,
isu bahwa masalah Papua sudah didaftarkan ke PBB adalah sebuah
pembohongan publik. Pasalnya, jangankan terdaftar di PBB untuk bisa
masuk ke gedung PBB saja cukup sulit.
Pernyataan Frans itu menanggapi sesumbar Agustinus Waipon, yang mengaku selaku Kepala Kantor Sekretariat ‘Negara Republik Papua Barat’ versi Presiden Yance Hembring, bahwa perjuangan panjang Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dilebur menjadi Administrasi Negara Republik Papua Barat (NRPB) akhirnya terdaftar secara resmi menjadi anggota PBB, dan penandatangan pengakuan Republik Indonesia telah dilakukan dalam Sidang Umum PBB 24 September 2012 lalu.
“Itu pembohongan publik dari para oportunis yaitu para adventure atau pekerjaan petualang politik. Saya tahu, karena saya dulu jadi petualang politik dan saya kerjanya begitu. Selain jadi wartawan, saya juga jalankan propaganda seperti itu,” ujar kepada Bintang Papua Senin pagi (19/11/2012) yang ditemui di kediamannya.
Dijelaskan, PBB beranggotakan negara-negara yang berdaulat yang sudah mendapat rekornisi dari sesama negara yang merdeka dan berdaulat serta rekornisi dari PBB yang mana negara seperti inilah yang bisa mendaftar jadi anggota.
“Jadi kalau ada organisasi atau LSM di Papua ataupun di seluruh wilayah Indonesia yang sudah berafiliasi kesana (PBB-Red) itu bohong,” tandasnya.
Tetapi, lanjutnya, jika mereka berafiliasi ke Indigenous Peoples Moved yang juga ada relasinya dengan PBB, itu memang benar. Tetapi jangan, lantas ada yang mengatakan bahwa OPM di Papua atau Papua Barat dan lain sebagainya sudah berafiliasi atau mendaftar ke PBB.
“Tidak ada cerita seperti itu sepanjang yang saya tahu, tetapi jika teman-teman wartawan ada yang tahu lebih baik daripada saya, tolong dijelaskan kepada teman-teman di Papua dan Papua Barat bagaimana duduk kebenarannya,” tukasnya.
Dituturkan Franz, pihaknya meminta sekali lagi, agar jangan masyarakat Papua dibodohi terus, jangan masyarakat Papua dengan waktu yang sangat mahal dibohongi terus lalu membuang waktu yang sangat mahal yang tadinya untuk membangun negeri dan dirinya sendiri.
Cabut Dulu Resolusi
Pengamat Politik Hukum, yang juga Dosen Hubungan Internasional, FISIP-Uncen Jayapura, Marinus Yawung mengatakan, apabila PBB mengakomodir isu NRPB, apalagi menjadikan NRPB terdaftar sebagai anggota PBB, maka secara hukum internasional dan politik luar negeri seharusnya PBB mencabut dulu resolusi PBB Nomor 5142 tertanggal 26 Desember 1969 tentang hasil Pepera di Tanah Papua. Hingga saat ini resolusi PBB dimaksud belum dicabut.
“Kalau masalah Papua sekadar dibicarakan sebatas diplomatis sesama diplomat PBB itu wajar saja, tapi jika sampai dibicarakan di sidang PBB dan ditetapkan menjadi anggota PBB, maka resolusi PBB mengenai Pepera harus dicabut dulu,” jelasnya kepada Bintang Papua saat dihubungi via ponselnya, Senin, .
Meski demikian, dirinya belum mengetahui adanya siaran resmi dan pernyataan resmi dari PBB yang menyatakan Papua telah terdaftar menjadi anggota PBB.
Sepanjang yang ia tahu, dalam sidang PBB ke-56 tahun 2012 ini, Pidato Presiden SBY hanya mengarah pada Milinium Developmen Goals, yang dalam hal ini menyangkut masalah terorisme, isu agama, dan lain sebagainya. Bukan masalah Papua Barat.
Ditegaskannya, Presiden SBY maupun organisasi bentukan apapun, tidak berhak mendaftarkan sebuah Negara, apalagi Negara yang belum jelas terbentuk secara de jure, karena yang berhak adalah Negara anggota PBB, karena sebuah Negara menjadi anggota PBB harus mendapatkan persetujuan dari 2/3 anggota PBB itu sendiri. Demikian pula isu Papua. Jika isu itu dibahas di PBB, juga harus mendapatkan persetujuan dari 2/3 anggota PBB.
“Yang pastinya politik luar negeri Indonsia tidak akan terganggu, malah kedepannya akan semakin lebih efektif dengan terpilihnya Presiden Barak Obama, karena Indonesia akan menjadi patners strategis dalam menjembatangi masalah-masalah isu sosial, kesehatan, pendidikan yang terjadi di Papua dan Indonesia, tetapi isu Papua Merdeka tetap menjadi batu-batu kerikil dalam sepatu diplomasi Indonesia, tapi tidak mengurangi panggung politik Indonesia dalam dunia Internasional,” tukasnya.
Ditempat terpisah Pengamat Sosial Politik dan Hukum Internasional, Meliana Pugu, secara singkat menandaskan, negara terbentuk atas 4 dasar utama, yakni, geografis, penduduknya, sumber daya, dan pengakuan, sementara Papua hanya satu hal yang belum bisa dipenuhi yakni pengakuan secara hukum baik dari Negara RI maupun semua negara anggota PBB.
Menurutnya, jika Papua Barat sudah terdaftar sebagai anggota PBB, tentunya disini harus dipertanyakan apakah Papua Barat sudah menjadi Negara yang berdaulat, dan jika terdaftar tentunya terdaftar dengan nomor pendaftaran berapa, dan kapan pendaftarannya, itu harus jelas dalam surat keputusan PBB. [Bintang Papua]
Pernyataan Frans itu menanggapi sesumbar Agustinus Waipon, yang mengaku selaku Kepala Kantor Sekretariat ‘Negara Republik Papua Barat’ versi Presiden Yance Hembring, bahwa perjuangan panjang Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dilebur menjadi Administrasi Negara Republik Papua Barat (NRPB) akhirnya terdaftar secara resmi menjadi anggota PBB, dan penandatangan pengakuan Republik Indonesia telah dilakukan dalam Sidang Umum PBB 24 September 2012 lalu.
“Itu pembohongan publik dari para oportunis yaitu para adventure atau pekerjaan petualang politik. Saya tahu, karena saya dulu jadi petualang politik dan saya kerjanya begitu. Selain jadi wartawan, saya juga jalankan propaganda seperti itu,” ujar kepada Bintang Papua Senin pagi (19/11/2012) yang ditemui di kediamannya.
Dijelaskan, PBB beranggotakan negara-negara yang berdaulat yang sudah mendapat rekornisi dari sesama negara yang merdeka dan berdaulat serta rekornisi dari PBB yang mana negara seperti inilah yang bisa mendaftar jadi anggota.
“Jadi kalau ada organisasi atau LSM di Papua ataupun di seluruh wilayah Indonesia yang sudah berafiliasi kesana (PBB-Red) itu bohong,” tandasnya.
Tetapi, lanjutnya, jika mereka berafiliasi ke Indigenous Peoples Moved yang juga ada relasinya dengan PBB, itu memang benar. Tetapi jangan, lantas ada yang mengatakan bahwa OPM di Papua atau Papua Barat dan lain sebagainya sudah berafiliasi atau mendaftar ke PBB.
“Tidak ada cerita seperti itu sepanjang yang saya tahu, tetapi jika teman-teman wartawan ada yang tahu lebih baik daripada saya, tolong dijelaskan kepada teman-teman di Papua dan Papua Barat bagaimana duduk kebenarannya,” tukasnya.
Dituturkan Franz, pihaknya meminta sekali lagi, agar jangan masyarakat Papua dibodohi terus, jangan masyarakat Papua dengan waktu yang sangat mahal dibohongi terus lalu membuang waktu yang sangat mahal yang tadinya untuk membangun negeri dan dirinya sendiri.
Cabut Dulu Resolusi
Pengamat Politik Hukum, yang juga Dosen Hubungan Internasional, FISIP-Uncen Jayapura, Marinus Yawung mengatakan, apabila PBB mengakomodir isu NRPB, apalagi menjadikan NRPB terdaftar sebagai anggota PBB, maka secara hukum internasional dan politik luar negeri seharusnya PBB mencabut dulu resolusi PBB Nomor 5142 tertanggal 26 Desember 1969 tentang hasil Pepera di Tanah Papua. Hingga saat ini resolusi PBB dimaksud belum dicabut.
“Kalau masalah Papua sekadar dibicarakan sebatas diplomatis sesama diplomat PBB itu wajar saja, tapi jika sampai dibicarakan di sidang PBB dan ditetapkan menjadi anggota PBB, maka resolusi PBB mengenai Pepera harus dicabut dulu,” jelasnya kepada Bintang Papua saat dihubungi via ponselnya, Senin, .
Meski demikian, dirinya belum mengetahui adanya siaran resmi dan pernyataan resmi dari PBB yang menyatakan Papua telah terdaftar menjadi anggota PBB.
Sepanjang yang ia tahu, dalam sidang PBB ke-56 tahun 2012 ini, Pidato Presiden SBY hanya mengarah pada Milinium Developmen Goals, yang dalam hal ini menyangkut masalah terorisme, isu agama, dan lain sebagainya. Bukan masalah Papua Barat.
Ditegaskannya, Presiden SBY maupun organisasi bentukan apapun, tidak berhak mendaftarkan sebuah Negara, apalagi Negara yang belum jelas terbentuk secara de jure, karena yang berhak adalah Negara anggota PBB, karena sebuah Negara menjadi anggota PBB harus mendapatkan persetujuan dari 2/3 anggota PBB itu sendiri. Demikian pula isu Papua. Jika isu itu dibahas di PBB, juga harus mendapatkan persetujuan dari 2/3 anggota PBB.
“Yang pastinya politik luar negeri Indonsia tidak akan terganggu, malah kedepannya akan semakin lebih efektif dengan terpilihnya Presiden Barak Obama, karena Indonesia akan menjadi patners strategis dalam menjembatangi masalah-masalah isu sosial, kesehatan, pendidikan yang terjadi di Papua dan Indonesia, tetapi isu Papua Merdeka tetap menjadi batu-batu kerikil dalam sepatu diplomasi Indonesia, tapi tidak mengurangi panggung politik Indonesia dalam dunia Internasional,” tukasnya.
Ditempat terpisah Pengamat Sosial Politik dan Hukum Internasional, Meliana Pugu, secara singkat menandaskan, negara terbentuk atas 4 dasar utama, yakni, geografis, penduduknya, sumber daya, dan pengakuan, sementara Papua hanya satu hal yang belum bisa dipenuhi yakni pengakuan secara hukum baik dari Negara RI maupun semua negara anggota PBB.
Menurutnya, jika Papua Barat sudah terdaftar sebagai anggota PBB, tentunya disini harus dipertanyakan apakah Papua Barat sudah menjadi Negara yang berdaulat, dan jika terdaftar tentunya terdaftar dengan nomor pendaftaran berapa, dan kapan pendaftarannya, itu harus jelas dalam surat keputusan PBB. [Bintang Papua]
0 komentar:
Post a Comment