SD di Kampung Dagokebo Kabupaten Deiyai (Foto Yerimo G Madai) |
DEIYAI - Sebuah Sekolah
dasar (SD) di kampung Dagokebo kabupaten Deiyai yang sudah berjalan sejak tahun 2000, bersamaan dengan kepala
sekolah Martinus Pakage yang ditempatkan
oleh dinas pendidikan dan pengajaran Kab Deiyai. Martinus pakage yang membuka Tiga kelas
dari SD kelas 1-3 dan yang menagani adalah dua orang guru yaitu Kepala sekolah Martinus
Pakage dan Guru bantu Moses Madai yang sebelumnya mejabat sebagai sekretaris Desa kampung
Dagokebo. Setelah adanya mutasi di kalangan Dinas P &P , Martinus pakage menempatkan Dia(Moses Madai) di Wagamo SD Inpres
Kokobaya dan Moses Madai diangkat menjadi Guru dan di tepatkan di Kamu
Selatan SD Inpres Idakebo kabupaten Dogiyai sampai sekarang.
SD
inpres Dakokebo hanya bisa berharap ada guru tambahan, sampai sekarang guru ini hanya dua orang guru
tetap dan empat orang guru bantu. Sementara sekolah itu sekarag telah sampai
kelas Enam pada sejak 2003 dan angkatan pertamanya telah selesai tahun 2003
yang lalu degan berjumlah siswa Delapan orang.
Warga
di kampung ini mengaku, SD di kampung mereka sudah mencetak 10 angkatan mulai dari 2003 sampai
saat ini, berarti mereka sedang dalam pendidikan menuju menjadi bangku sarjana
semester lima atau enam .
Sayangnya
kualitas pendidikan di SD dan beberapa SD lainnya ini semakin lama semakin merosot justru setelah
berada dalam pengelolaan pemerintah RI.
Pada Bulan Juni 2012 lalu, Seorang Mahasiswa papua asal dari kota studi Jogyakarta Yerino
Germanus Madai Ini harus Meneteskan Air Matanya di Kelas SD
Inpres Dagokebon Ketika meliahat hal tersebut.
Sejak juli 2012 ini Yerino G Madai
yang juga mahasiswa di salah satu Univesitas di Yogjakarta ini harus mengajar di SD Inpres Dagokebo selama satu minggu karna kondisi tersebut, saat itu Yerino sedang berlibur di kampong
halamanya.
Yerino Megatakan "Ketika Melihat siswa SD tersebut ternyata banyak siswa yang belum tahu
membaca, menulis dan berhitung dan lainya. guru-guru hanya menuju untuk bermain TOGEL, esok hari papua akan
jadi apa?, Hal ini yang membuat air mata saya turun tanpa
penyebab ketika melihat mereka, Sistem pendidikan Indonesia membunuh masadepan
mereka dan secara umum papua itu sendiri, dengan alasan sepele, dalam buku
sejarah SD ada tertulus Kerajaan kutai, mataram dan sebagainya, itu adalah
membunuh sejarah asal Papua dari pegetahuan siswa-siswi yang ada di papua. sementara mereka tidak tahu bentuk isi
dalamnya mengenai kerajan-kerajaan itu. hala semacam begitu yang membuat
siswa-siswi tersendat dalam
berpendidikan",
Katanya lagi "Saya yang mengajar itu juga mereka tidak
buat apa-apa, apa lagi mereka mengerti..?, karena memang saya ini adalah bukan
jurusan pendidikan tetapi saya ini adalah jurusan Ilmu Pemerintahan yang
konsentrasinya Piara Babi di kampung.
Memang saya tahu bahawa saya salah,
karena saya yang membuat siswa-siswi tidak mengerti dan yang membuat lebih
bodok lagi, namun saya benar karna walaupun mereka tidak mengerti tapi hati
saya puas dengan melihatnya sekolah yang belum ada guru itu.,Ungkapnya
Di tambakannya lagi "Sejak adanya togel proses belajar
mengajar praktis terhenti karena tidak ada guru yang menunduknya, mungkin togel
yang membuat Guru-guru tidak sanggup mengajar lagi di MEUWOO DIDE. Bukan hanya
sekolah SD kampung Dagokebo saja tetapi ini banyak terjadi di Empat Kabupaten MEUWOO DIDE diantaranya Nabire, Paniai, Dogiyai dan Deiyai dan juga termasuk Intanjaya, namun banyak sekolah yang sedemikian
rupanya di papua yang saya temui. dan saya tahu bahwa hal ini terjadi bukan
karena masyarakat, siswa-siswi dan guru-guru papua sendiri, tetapi sistim NKRI
yang membuat mereka sedemikian rupa seperti yang saya ungkapkan tadi diatas. Hanya ada kepala sekolah yang merangkap
sebagai guru.
Guru yang hanya satu inipun sudah lama tidak hadir. Proses belajar mengajar macet dan siswanya terlantar. Sekitar 30 anak yang tengah menempuh pendidikan di SD itu akhirnya putus sekolah. Hanya ada tiga anak di kelas 6 yang masih terus bersekolah karena orang tua memindahkan mereka ke SD di kampung lain.,
Guru yang hanya satu inipun sudah lama tidak hadir. Proses belajar mengajar macet dan siswanya terlantar. Sekitar 30 anak yang tengah menempuh pendidikan di SD itu akhirnya putus sekolah. Hanya ada tiga anak di kelas 6 yang masih terus bersekolah karena orang tua memindahkan mereka ke SD di kampung lain.,
Ungkap Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan itu lagi bahwa "Orang tua siswa mereka memindakan anaknya dari sekolah SD yang satu SD yang lain karena
mereka stres terhadap pendidikan papua yang sedang jalan ini. dan biarpun orang
tua memindakan anaknya di sekolah lain tetapi paling juga dapat hal yang sama
terhadap anaknya itu.
Jika masalah yang sama di
pelosok-pelosok papua. Solusi apa yang ku pikir saat ini untuk menutupi dan
mengatasinya…??" Pangkasnya. (Yegema).
yerino-germanis.blogspot.com
0 komentar:
Post a Comment