Pada September 2007, Majelis Umum PBB
menerima Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat (UNDRIP), yang isinya
antara lain memuat hak atas FPIC (Free, Prior, Informed and Consent),
hak masyarakat adat secara bebas untuk menentukan dan membuat
persetujuan kebijakan dan proyek pembangunan yag berlangsung di wilayah
adat mereka dan berdasarkan informasi sejak awal.
Hak atas FPIC tersebut diterima oleh
pemerintah Indonesia dan dijadikan sebagai prinsip dalam Strategi
Nasional REDD+ di Indonesia. Lembaga-lembaga seperti RSPO, menjadikan
hak masyarakat atas FPIC sebagai salah satu prinsip yang harus dipatuhi
perusahaan perkebunan kelapa sawit. Perusahaan besar, seperti Wilmar,
menerimanya dan menjadi dasar pengembangan kebijakan dalam usaha
perkebunan dan bisnis ikutannya.
Ibarat kata jauh panggang dari api.
Keberadaan hak masyarakat atas FPIC justeru tidak pernah dipenuhi, tidak
dipraktikkan dan hanya sekedar pembicaraan dan teks kebijakan. PUSAKA
menerbitkan publikasi bagaimana perusahaan perkebunan besar di Papua
tidak peduli dengan hak-hak masyarakat. Silahkan di akses pada Laporan PUSAKA – Kebijakan Wilmar dan Praktik Pengrusakan Hutan di Papua
Sumber: pusaka.or.id
0 komentar:
Post a Comment