Mantan Sekjen Presidium GMNI - Foto : Istimewa |
Demikian disampaikan Direktur Lembaga Kajian dan Aksi Kebangsaan (LKAK), Viktus Murin, Selasa (4/11), menanggapi reaksi penolakan pemerintah daerah Papua terhadap rencana pemerintah pusat untuk mengadakan program transmigrasi di “pulau cendrawasih”.
Sebagaimana telah diberitakan Jurnas.Com(03/11), Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe menyatakan menolak program transmigrasi yang direncanakan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi.
Dalam kesempatan lain, mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Laode Ida meminta pemerintahan Jokowi agar segera mencari alternatif lain terkait distribusi penduduk, terutama penduduk dari Pulau Jawa. Bukan tidak mungkin, penolakan serupa juga muncul dari daerah lain.
Menurut Viktus yang pernah menjadi Tim Ahli Menpora/Tim Asistensi Kemenpora pada era tiga menteri, yaitu Adhyaksa Dault, Andi Mallarangeng, dan Roy Suryo ini, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak perlu terlalu bersemangat melanjutkan program transmigrasi di Papua, sebelum melakukan dialog menyeluruh dengan pemegang otoritas Papua.
“Diperlukan dialog menyeluruh dan sesegera mungkin antara pemerintah pusat dan para pemegang otoritas di Papua, baik itu pemerintah daerah maupun otoritas adat atau suku-suku yang dapat merepresentasikan keterwakilan seluruh rakyat Papua,” kata Viktus.
Menurut mantan Sekjen Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional (GMNI) ini, dialog menyeluruh mengenai Papua bisa menjadi jembatan solusi, termasuk untuk mengetahui apa manfaat sekaligus implikasi buruk dari program transmigrasi terhadap rakyat Papua, berikut kearifan lokal yang selama ini menjadi identitas kultural mereka.
“Apabila masyarakat lokal di Papua tidak memperoleh kenyamanan secara budaya, ekonomi, psiko-sosial maupun psiko-politis pasca terselenggaranya transmigrasi di masa lalu, maka kelanjutan dari program transmigrasi di Papua harus dievaluasi tuntas, bahkan bila perlu dihentikan,” tegas Viktus.
Dia sependapat dengan pandangan La Ode Ida bahwa secara sosial politik, program transmigrasi dianggap sebagai bagian dari pemapanan kekuasaan Jawa terhadap ekonomi, budaya dan politik di luar Jawa, khususnya terhadap kawasan timur.
“Idealnya, transmigrasi adalah bagian dari upaya penguatan kohesivitas keindonesiaan. Namun, suka tidak suka, selama ini muncul pula persepsi negatif bahwa transmigrasi adalah bagian dari proses Jawanisasi atau ekspansi Jawa di luar Pulau Jawa. Persepsi ini tentu bukan hal sepele, sehingga perlu upaya serius dan sistematis untuk disikapi,” tegas Viktus yang di paruh awal 1990-an pernah menjadi wartawan harian Pos Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Viktus mengimbau pemerintah pusat untuk tidak saja sibuk dengan kebijakan transmigrasi, namun mutlak menata ulang strategi makro pengendalian jumlah penduduk melalui pelembagaan program Keluarga Berencana (KB) diantaranya dengan melakukan revitalisasi peran dan fungsi institusi BKKBN (JUNAS)
0 komentar:
Post a Comment