Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayor Jenderal (TNI) Fransen G Siahaan - Jubi/Arjuna |
“Kemarin (beberapa waktu lalu) memang tim dari Komnas HAM RI sudah datang. Saya mengatakan kepada mereka bahwa tidak ada yang ditutupi (kasus Paniai),” kata Fransen di Kota Jayapura, Papua, Kamis.
Dalam pertemuan itu, pihaknya menjelaskan sejumlah hal terkait investigasi internal dari Kodam Cenderawasih.
“Hasil investigasi Kodam kita sampaikan kepada mereka, memang ada beberapa misinformasi yang mereka dapatkan dengan hasil investigasi yang kita dapatkan,” katanya.
“Jadi, fakta di lapangan yang mereka dapatkan, kemudian fakta yang kita dapatkan, perlu diinvestigasi lagi. Baik dari pihak saya maupun dari Komnas HAM,” katanya.
Menurut Fransen, ada tiga perbedaan atau misinformasi antara pihak Kodam dan Komnas HAM. Namun, ia tidak menjelaskan ketiga perbedaan itu.
“Menurut mereka seperti itu, menurut kita seperti ini. Nah, perlu pembuktian di lapangan lagi,” katanya.
“Harapannya, supaya hal ini tidak di blow up, jangan istilahnya ada komentar-komentar bahwa ini akan menjadi pelanggaran HAM berat, jangan dulu dong,” katanya.
Menurut Fransen, perlu dibuktikan tentang pihak yang menembakkan senjata karena bukan hanya TNI yang bersenjata, tapi juga polisi dan kelompok OPM. Demikian juga mengenai kelompok berseragam. Ia berharap semua fakta disampaikan secara proporsional.
“Jangan kita dituduh semua, kelompok-kelompok M (OPM dan pendukungnya) itu berseragam tidak? Jangan kita disudutkan, jangan yang hanya punya senjata itu TNI dan Polri, yang lain juga ada. Bolehkan buktikan itu. Nah, menurut kami, ada kelompok itu (OPM dan pendukungnya) di lapangan,” katanya.
Bahwa nanti akan dibentuk Tim Ad Hoc atau KPP HAM untuk kasus Paniai, Fransen menyatakan bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan itu.
“Tidak apa-apa, silakan. Kita terbuka, siap. Nama negara dipertaruhkan, harga diri dan bangsa dipertaruhkan, kalau mereka katakan ini HAM berat, dan kami siap membuka itu,” katanya.
“Tapi kesulitan-kesulitan yang kami alami di lapangan, mari jangan dihambat oleh oknum-oknum yang lain. Oknum yang lain banyak, masyarakat bunyi (bersuara) dong, jangan tutup mulut dong, berani gak,” lanjutnya.
Untuk itu, tambah Fransen, apa yang diminta oleh Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende agar ada autopsi kepada korban yang telah dimakamkan untuk mencari bukti-bukti atau fakta pendukung lainnya perlu dilakukan guna pengungkapan kasus Paniai.
“Apa yang dikatakan oleh Bapak Kapolda, pembuktian itu harus digali kuburan itu, silakan, jangan dihambat karena itu adat, tidak bisa seperti itu. Kalau mau buktikan itu bahwa ini pelanggaran HAM mari kita bongkar sama-sama, jangan kita-kita disudutkan. Jadi, harus betul-betul demi NKRI, NKRI dipertaruhkan di dunia internasional,” katanya. (*)
tabloidjubi.com
0 komentar:
Post a Comment