Amnesty Internasional mendesak pihak
berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk menyelesaikan budaya
impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan
oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.
PAPUA, Jaringnews.com - Aktivis pro-kemerdekaan
Papua Filep Karma menghirup udara bebas setelah dipenjara selama lebih
dari satu dekade karena mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam sebuah
upacara politik pada 2004. Filep Karma adalah satu di antara sekitar 200
orang yang ikut ambil bagian dalam sebuah upacara secara damai di
Abepura, provinsi Papua pada 1 Desember 2004.
"Filep Karma menghabiskan waktu lebih dari satu dekade dalam hidupnya di penjara ketika seharusnya dia tidak boleh dipenjara bahkan untuk satu hari. Itu adalah sebuah dagelan keterlaluan dari sistem hukum dan dia seharusnya tidak pernah diadili di pengadilan," kata Josef Benedict, Direktur Kampanye untuk Asia Tenggara Amnesty International.
"Setiap Warga Negara Indonesia seharusnya memiliki hak untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan hak untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), tetapi hak tersebut secara kejam ditolak untuk Filep Karma."
Amnesty International sudah lama menganggap Filep Karma sebagai tahanan nurani (prisoner of conscience) dan berkampanye untuk pembebasannya. Pada tahun 2011 para pendukung organisasi ini di lebih dari 80 negara mengirimkan lebih dari 65.000 pesan dukungan kepadanya sebagai bagian dari kampanye tahunan "Menulis untuk Hak Asasi Manusia" (Write for Rights) dan menyerukan pembebasannya tanpa syarat.
Filep Karma secara konsisten menolak untuk menerima remisi yang ditawarkan oleh pemerintah, dan dia mengatakan dia hanya akan menerima pembebasan tanpa syarat dan bahwa seharusnya dia tidak pernah dipenjara sejak awal.
Amnesty International percaya bahwa dia ditangkap secara semena-mena karena dia mengunakan haknya untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), sewaktu dia mengibarkan bendera dan menghadiri sebuah kegiatan politik.
"Kami berharap ini akan menjadi langkah pertama menuju pembebasan semua tahanan nurani yang dipenjara karena ekspresi politik mereka secara damai di Papua dan di daerah lain di Indonesia," kata Josef Benedict.
Amnesty International berharap pembebasan Filep Karma menjadi tanda otoritas akan menjauhi dari tindakan-tindakan represif yang sering digunakan oleh para pihak yang berwenang untuk membungkam perbedaan pendapat secara damai di wilayah Papua.
Di samping pembebasan semua tahanan nurani, pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.
( Wid / Deb ) - See more at: http://www.jaringnews.com/internasional/asia/73558/Amnesty-International-Gembira-Filep-Karma-Dibebaskan#sthash.P8Nhxynj.dpuf
PAPUA, Jaringnews.com - Aktivis pro-kemerdekaan
Papua Filep Karma menghirup udara bebas setelah dipenjara selama lebih
dari satu dekade karena mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam sebuah
upacara politik pada 2004. Filep Karma adalah satu di antara sekitar 200
orang yang ikut ambil bagian dalam sebuah upacara secara damai di
Abepura, provinsi Papua pada 1 Desember 2004.
"Filep Karma menghabiskan waktu lebih dari satu dekade dalam hidupnya di penjara ketika seharusnya dia tidak boleh dipenjara bahkan untuk satu hari. Itu adalah sebuah dagelan keterlaluan dari sistem hukum dan dia seharusnya tidak pernah diadili di pengadilan," kata Josef Benedict, Direktur Kampanye untuk Asia Tenggara Amnesty International.
"Setiap Warga Negara Indonesia seharusnya memiliki hak untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan hak untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), tetapi hak tersebut secara kejam ditolak untuk Filep Karma."
Amnesty International sudah lama menganggap Filep Karma sebagai tahanan nurani (prisoner of conscience) dan berkampanye untuk pembebasannya. Pada tahun 2011 para pendukung organisasi ini di lebih dari 80 negara mengirimkan lebih dari 65.000 pesan dukungan kepadanya sebagai bagian dari kampanye tahunan "Menulis untuk Hak Asasi Manusia" (Write for Rights) dan menyerukan pembebasannya tanpa syarat.
Filep Karma secara konsisten menolak untuk menerima remisi yang ditawarkan oleh pemerintah, dan dia mengatakan dia hanya akan menerima pembebasan tanpa syarat dan bahwa seharusnya dia tidak pernah dipenjara sejak awal.
Amnesty International percaya bahwa dia ditangkap secara semena-mena karena dia mengunakan haknya untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), sewaktu dia mengibarkan bendera dan menghadiri sebuah kegiatan politik.
"Kami berharap ini akan menjadi langkah pertama menuju pembebasan semua tahanan nurani yang dipenjara karena ekspresi politik mereka secara damai di Papua dan di daerah lain di Indonesia," kata Josef Benedict.
Amnesty International berharap pembebasan Filep Karma menjadi tanda otoritas akan menjauhi dari tindakan-tindakan represif yang sering digunakan oleh para pihak yang berwenang untuk membungkam perbedaan pendapat secara damai di wilayah Papua.
Di samping pembebasan semua tahanan nurani, pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.
( Wid / Deb ) - See more at: http://www.jaringnews.com/internasional/asia/73558/Amnesty-International-Gembira-Filep-Karma-Dibebaskan#sthash.P8Nhxynj.dpuf
PAPUA, Jaringnews.com - Aktivis pro-kemerdekaan
Papua Filep Karma menghirup udara bebas setelah dipenjara selama lebih
dari satu dekade karena mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam sebuah
upacara politik pada 2004. Filep Karma adalah satu di antara sekitar 200
orang yang ikut ambil bagian dalam sebuah upacara secara damai di
Abepura, provinsi Papua pada 1 Desember 2004.
"Filep Karma menghabiskan waktu lebih dari satu dekade dalam hidupnya di penjara ketika seharusnya dia tidak boleh dipenjara bahkan untuk satu hari. Itu adalah sebuah dagelan keterlaluan dari sistem hukum dan dia seharusnya tidak pernah diadili di pengadilan," kata Josef Benedict, Direktur Kampanye untuk Asia Tenggara Amnesty International.
"Setiap Warga Negara Indonesia seharusnya memiliki hak untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan hak untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), tetapi hak tersebut secara kejam ditolak untuk Filep Karma."
Amnesty International sudah lama menganggap Filep Karma sebagai tahanan nurani (prisoner of conscience) dan berkampanye untuk pembebasannya. Pada tahun 2011 para pendukung organisasi ini di lebih dari 80 negara mengirimkan lebih dari 65.000 pesan dukungan kepadanya sebagai bagian dari kampanye tahunan "Menulis untuk Hak Asasi Manusia" (Write for Rights) dan menyerukan pembebasannya tanpa syarat.
Filep Karma secara konsisten menolak untuk menerima remisi yang ditawarkan oleh pemerintah, dan dia mengatakan dia hanya akan menerima pembebasan tanpa syarat dan bahwa seharusnya dia tidak pernah dipenjara sejak awal.
Amnesty International percaya bahwa dia ditangkap secara semena-mena karena dia mengunakan haknya untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), sewaktu dia mengibarkan bendera dan menghadiri sebuah kegiatan politik.
"Kami berharap ini akan menjadi langkah pertama menuju pembebasan semua tahanan nurani yang dipenjara karena ekspresi politik mereka secara damai di Papua dan di daerah lain di Indonesia," kata Josef Benedict.
Amnesty International berharap pembebasan Filep Karma menjadi tanda otoritas akan menjauhi dari tindakan-tindakan represif yang sering digunakan oleh para pihak yang berwenang untuk membungkam perbedaan pendapat secara damai di wilayah Papua.
Di samping pembebasan semua tahanan nurani, pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.
( Wid / Deb ) - See more at: http://www.jaringnews.com/internasional/asia/73558/Amnesty-International-Gembira-Filep-Karma-Dibebaskan#sthash.P8Nhxynj.dpuf
Filep Karma (foto tabloidjubi) |
PAPUA - Aktivis pro-kemerdekaan Papua Filep Karma menghirup udara
bebas setelah dipenjara selama lebih dari satu dekade karena mengibarkan
bendera Bintang Kejora dalam sebuah upacara politik pada 2004. Filep Karma
adalah satu di antara sekitar 200 orang yang ikut ambil bagian dalam sebuah
upacara secara damai di Abepura, provinsi Papua pada 1 Desember 2004.
"Filep Karma menghabiskan waktu
lebih dari satu dekade dalam hidupnya di penjara ketika seharusnya dia tidak
boleh dipenjara bahkan untuk satu hari. Itu adalah sebuah dagelan keterlaluan
dari sistem hukum dan dia seharusnya tidak pernah diadili di pengadilan,"
kata Josef Benedict, Direktur Kampanye untuk Asia Tenggara Amnesty
International.
"Setiap Warga Negara Indonesia
seharusnya memiliki hak untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free
expression) dan hak untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble),
tetapi hak tersebut secara kejam ditolak untuk Filep Karma."
Amnesty International sudah lama
menganggap Filep Karma sebagai tahanan nurani (prisoner of conscience) dan
berkampanye untuk pembebasannya. Pada tahun 2011 para pendukung organisasi ini
di lebih dari 80 negara mengirimkan lebih dari 65.000 pesan dukungan kepadanya
sebagai bagian dari kampanye tahunan "Menulis untuk Hak Asasi
Manusia" (Write for Rights) dan menyerukan pembebasannya tanpa syarat.
Filep Karma secara konsisten menolak
untuk menerima remisi yang ditawarkan oleh pemerintah, dan dia mengatakan dia
hanya akan menerima pembebasan tanpa syarat dan bahwa seharusnya dia tidak
pernah dipenjara sejak awal.
Amnesty International percaya bahwa
dia ditangkap secara semena-mena karena dia mengunakan haknya untuk
mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan untuk
berkumpul secara bebas (right to freely assemble), sewaktu dia mengibarkan
bendera dan menghadiri sebuah kegiatan politik.
"Kami berharap ini akan menjadi
langkah pertama menuju pembebasan semua tahanan nurani yang dipenjara karena
ekspresi politik mereka secara damai di Papua dan di daerah lain di
Indonesia," kata Josef Benedict.
Amnesty International berharap
pembebasan Filep Karma menjadi tanda otoritas akan menjauhi dari
tindakan-tindakan represif yang sering digunakan oleh para pihak yang berwenang
untuk membungkam perbedaan pendapat secara damai di wilayah Papua.
Di samping pembebasan semua tahanan
nurani, pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk
menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran
HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.
( Wid / Deb )
- See more at:
http://www.jaringnews.com/internasional/asia/73558/Amnesty-International-Gembira-Filep-Karma-Dibebaskan#sthash.P8Nhxynj.dpuf
Amnesty
Internasional mendesak pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah
mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani
kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa
lalu dan sekarang.
"Filep Karma menghabiskan waktu lebih dari satu dekade dalam hidupnya di penjara ketika seharusnya dia tidak boleh dipenjara bahkan untuk satu hari. Itu adalah sebuah dagelan keterlaluan dari sistem hukum dan dia seharusnya tidak pernah diadili di pengadilan," kata Josef Benedict, Direktur Kampanye untuk Asia Tenggara Amnesty International.
"Setiap Warga Negara Indonesia seharusnya memiliki hak untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan hak untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), tetapi hak tersebut secara kejam ditolak untuk Filep Karma."
Amnesty International sudah lama menganggap Filep Karma sebagai tahanan nurani (prisoner of conscience) dan berkampanye untuk pembebasannya. Pada tahun 2011 para pendukung organisasi ini di lebih dari 80 negara mengirimkan lebih dari 65.000 pesan dukungan kepadanya sebagai bagian dari kampanye tahunan "Menulis untuk Hak Asasi Manusia" (Write for Rights) dan menyerukan pembebasannya tanpa syarat.
Filep Karma secara konsisten menolak untuk menerima remisi yang ditawarkan oleh pemerintah, dan dia mengatakan dia hanya akan menerima pembebasan tanpa syarat dan bahwa seharusnya dia tidak pernah dipenjara sejak awal.
Amnesty International percaya bahwa dia ditangkap secara semena-mena karena dia mengunakan haknya untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), sewaktu dia mengibarkan bendera dan menghadiri sebuah kegiatan politik.
"Kami berharap ini akan menjadi langkah pertama menuju pembebasan semua tahanan nurani yang dipenjara karena ekspresi politik mereka secara damai di Papua dan di daerah lain di Indonesia," kata Josef Benedict.
Amnesty International berharap pembebasan Filep Karma menjadi tanda otoritas akan menjauhi dari tindakan-tindakan represif yang sering digunakan oleh para pihak yang berwenang untuk membungkam perbedaan pendapat secara damai di wilayah Papua.
Di samping pembebasan semua tahanan nurani, pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.
( Wid / Deb ) - See more at: http://www.jaringnews.com/internasional/asia/73558/Amnesty-International-Gembira-Filep-Karma-Dibebaskan#sthash.P8Nhxynj.dpuf
Amnesty
Internasional mendesak pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah
mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani
kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa
lalu dan sekarang.
"Filep Karma menghabiskan waktu lebih dari satu dekade dalam hidupnya di penjara ketika seharusnya dia tidak boleh dipenjara bahkan untuk satu hari. Itu adalah sebuah dagelan keterlaluan dari sistem hukum dan dia seharusnya tidak pernah diadili di pengadilan," kata Josef Benedict, Direktur Kampanye untuk Asia Tenggara Amnesty International.
"Setiap Warga Negara Indonesia seharusnya memiliki hak untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan hak untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), tetapi hak tersebut secara kejam ditolak untuk Filep Karma."
Amnesty International sudah lama menganggap Filep Karma sebagai tahanan nurani (prisoner of conscience) dan berkampanye untuk pembebasannya. Pada tahun 2011 para pendukung organisasi ini di lebih dari 80 negara mengirimkan lebih dari 65.000 pesan dukungan kepadanya sebagai bagian dari kampanye tahunan "Menulis untuk Hak Asasi Manusia" (Write for Rights) dan menyerukan pembebasannya tanpa syarat.
Filep Karma secara konsisten menolak untuk menerima remisi yang ditawarkan oleh pemerintah, dan dia mengatakan dia hanya akan menerima pembebasan tanpa syarat dan bahwa seharusnya dia tidak pernah dipenjara sejak awal.
Amnesty International percaya bahwa dia ditangkap secara semena-mena karena dia mengunakan haknya untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), sewaktu dia mengibarkan bendera dan menghadiri sebuah kegiatan politik.
"Kami berharap ini akan menjadi langkah pertama menuju pembebasan semua tahanan nurani yang dipenjara karena ekspresi politik mereka secara damai di Papua dan di daerah lain di Indonesia," kata Josef Benedict.
Amnesty International berharap pembebasan Filep Karma menjadi tanda otoritas akan menjauhi dari tindakan-tindakan represif yang sering digunakan oleh para pihak yang berwenang untuk membungkam perbedaan pendapat secara damai di wilayah Papua.
Di samping pembebasan semua tahanan nurani, pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.
( Wid / Deb ) - See more at: http://www.jaringnews.com/internasional/asia/73558/Amnesty-International-Gembira-Filep-Karma-Dibebaskan#sthash.P8Nhxynj.dpuf
Amnesty
Internasional mendesak pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah
mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani
kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa
lalu dan sekarang.
"Filep Karma menghabiskan waktu lebih dari satu dekade dalam hidupnya di penjara ketika seharusnya dia tidak boleh dipenjara bahkan untuk satu hari. Itu adalah sebuah dagelan keterlaluan dari sistem hukum dan dia seharusnya tidak pernah diadili di pengadilan," kata Josef Benedict, Direktur Kampanye untuk Asia Tenggara Amnesty International.
"Setiap Warga Negara Indonesia seharusnya memiliki hak untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan hak untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), tetapi hak tersebut secara kejam ditolak untuk Filep Karma."
Amnesty International sudah lama menganggap Filep Karma sebagai tahanan nurani (prisoner of conscience) dan berkampanye untuk pembebasannya. Pada tahun 2011 para pendukung organisasi ini di lebih dari 80 negara mengirimkan lebih dari 65.000 pesan dukungan kepadanya sebagai bagian dari kampanye tahunan "Menulis untuk Hak Asasi Manusia" (Write for Rights) dan menyerukan pembebasannya tanpa syarat.
Filep Karma secara konsisten menolak untuk menerima remisi yang ditawarkan oleh pemerintah, dan dia mengatakan dia hanya akan menerima pembebasan tanpa syarat dan bahwa seharusnya dia tidak pernah dipenjara sejak awal.
Amnesty International percaya bahwa dia ditangkap secara semena-mena karena dia mengunakan haknya untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), sewaktu dia mengibarkan bendera dan menghadiri sebuah kegiatan politik.
"Kami berharap ini akan menjadi langkah pertama menuju pembebasan semua tahanan nurani yang dipenjara karena ekspresi politik mereka secara damai di Papua dan di daerah lain di Indonesia," kata Josef Benedict.
Amnesty International berharap pembebasan Filep Karma menjadi tanda otoritas akan menjauhi dari tindakan-tindakan represif yang sering digunakan oleh para pihak yang berwenang untuk membungkam perbedaan pendapat secara damai di wilayah Papua.
Di samping pembebasan semua tahanan nurani, pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.
( Wid / Deb ) - See more at: http://www.jaringnews.com/internasional/asia/73558/Amnesty-International-Gembira-Filep-Karma-Dibebaskan#sthash.P8Nhxynj.dpuf
0 komentar:
Post a Comment