Germanus Goo, ketua Dewan Adat Mee KAMAPI (Foto: Agustinus Dogomo/SP) |
DOGIYAI, — Germanus Goo, ketua
Dewan Adat Mee Kamuu, Mapia, Piyaiye (DAM KAMAPI) menegaskan, kepada
semua masyarakat setempat untuk tidak suka jual tanah adat yang ada di
wilayah Kabupaten Dogiyai.
“Himbauan
kami bahwa jangan jual tanah adat. Kalau jual tanah adat itu sama saja
kamu jual diri kamu. Harus diingat bahwa tanah dan kekayaan ini Tuhan
berikan untuk kita kelola dan hidup di atas tanah ini,” tegasnya di
Ekemanida, Moanemani, Kamis (24/6/2016).
Diakui,
jual beli tanah adat di Dogiyai marak terjadi sejak tiga tahun
terakhir. Ironisnya, tanah dijual murah kepada orang pendatang. Motor
bekas pun bahkan bisa diterima oknum pemilik tanah.
“Yang mempunyai tanah dan kekayaan adalah kami dan diakui sebagai pemilik ahli waris negeri ini,” ujar Germanus.
“Kami
ingin menyelamatkan diri kami dari pemusnahan secara sistematis yang
dilakukan orang tak bertanggungjawab melalui berbagai cara dengan tujuan
merebut tanah dan kekayaan kami di tempat surga ini,” tuturnya.
Germanus
juga berkomitmen, organisasi yang dipimpinnya akan berjuang untuk
mempertahankan tanah adat sebagai modal hidup, karena tanah adalah mama,
Tuhan ciptakan dan sudah lengkapi dengan barang-barang yang dapat
dilihat dan tak dilihat.
“Kami ingin
mengembalikan tanah surga kecil yang sudah mulai hilang di Dogiyai, dari
Dogiyai dengan cara menggali, melestarikan dan menjaga semua yang Tuhan
sudah kasih dan titip melalui leluhur kami.”
Ia
menyarankan agar ada kesadaran dari warga sebagai pemilik dusun,
pemilik tanah, pemilik kekayaan alam, kekayaan adat dan budaya luhur
pemberian Tuhan. “Ini perlu, dan kami ingin atur, kelola oleh kami
sendiri dalam rangka menata hidup dan kehidupan kami yang lebih baik,”
kata Germanus.
Kepada masyarakat
Kamuu, Mapia dan Piyaiye, dihimbau agar tidak jual tanah sembarang.
Cukup yang sudah terlanjur dijual, selanjutnya jangan terulang lagi.
“Nanti dari lembaga ini akan mengontrol di wilayah adat ini agar tidak
ada lagi aktivitas jual beli tanah,” tegasnya.
Pewarta: Agustinus Dogomo
Editor: Mary
0 komentar:
Post a Comment