Jakarta, The Wahid Institute,
yaitu lembaga yang melanjutkan cita-cita dan perjuangan KH Abdurahman
Wahid atau Gus Dur membahas persoalan Papua dengan membedah buku “Angkat
Pena Demi Dialog Papua” pada Selasa, (29/5) di Ball Room Hotel Akmani,
Jalan Wahid Hasym, Jakarta.
Buku tersebut merupakan buah karya Pater Neles Tebay, Pr. Mulanya buku tersebut adalah kumpulan tulisan yang pernah diterbitkan di berbagai media cetak antara tahun 2001 hingga 2011. Gagasan yang dikemukakan Peter adalah dialog Papua-Jakarta.
“Pada prinsipnya semua mendukung gagasan ini, sekalipun dalam beberapa hal ada perbedaan. Karena itu, perlu dibicarakan secara terbuka di mana semua unsur terlibat untuk mempertajam apa yang dimaksudkan dengan dialog, apa maknanya dalam kehidupan berbangsa, terutama terkait persoalan Papua,” jelas Nurun Nisa, salah seorang panitia.
Tujuan bedah buku ini, sambung Nisa, adalah mempertajam pemahaman bersama tentang dialog Jakarta-Papua. Kemudian menemukan hal-hal penting yang diperlukan untuk menindaklanjuti janji dan harapan untuk dialog Jakarta-Papua. Selain itu, memperoleh dukungan seluas-luasnya dari bebagai kalangan untuk merealisasikan terlaksananya dialog Jakarta-Papua.
Bedah buku ini dibagi ke dalam tiga sesi dengan subtema tersendiri. Sesi pertama berlangsung mulai pukul 09.40-12.00 bertema “Dari Kebijakan ke Implementasi Dialog: Belajar dari Pengalaman Usaha-Usaha Perdamaian tanpa Kekerasan”.
Sesi ini berdasarkan perspektif dan usul konkret pemerintah. Pembicaranya adalah Farid Husein (Tokoh & Pegiat Perdamaian Indonesia) Albert Hasibuan (Dewan Pertimbangan Presiden bidang Politik, Hukum dan HAM) TB. Hasanuddin (Anggota Komisi I DPR-RI), dimoderatori Cornelius Purba (The Jakarta Post).
Sesi kedua mulai pukul 13.00-15.00, dengan tema “Dari Wacana ke Implementasi Dialog: Belajar dari Pengalaman Usaha-Usaha Perdamaian tanpa Kekerasan”. Sesi ini membidik pendapat dan usul konkret para akademisi, jurnalis, aktivis pluralisme. Pembicaranya Tamrin Amal Tomagola (Dosen Pasca Fisipol, UI) Ahmad Suaedy (Peneliti Senior The Wahid Institute) Tri Agung Kristanto (Editor bidang Politik-Kompas); dengan moderator Rahimah Abdulrahim (The Habibie Center).
Sesi ketiga mulai 15.10-17.00 bertema “Dialog, Jalan menuju Perdamaian tanpa Kekerasan: Dari Teks kepada Praksis Bersama Agama-agama dalam Konteks Menuju Papua Tanah Damai, Indonesia bangsa yang adil dan Beradab”. Sesi ini mengetengahkan perspektif dan usul konkret dari tokoh-tokoh agama. Pembicaranya Franz Magnis Suseno (STF-Driyarkara) Azyumardi Azra (UIN Syarif Hidayatullah) AA. Yewangoe (Ketua PGI) dan Moderator Daniel Dhakidae (Prisma).
Bedah buku yang akan dimeriahkan Glenn Fredly dan Edo Edo Kondologit merupakan kerjasama Wahid Institute dengan berbagai lembaga, di antaranya Institut Dialog Antariman di Indonesia (Institut Dian/Interfidei) bersama-sama dengan Wahid Institut, Ma’arif Institut, Aliansi Nasional Bhinekka Tunggal Ika (ANBTI), Jaringan Antariman Indonesia (JAI), dan Demos.
Redaktur: Mukafi Niam
Penulis : Abdullah Alawi
Sumber: NU Online
Buku tersebut merupakan buah karya Pater Neles Tebay, Pr. Mulanya buku tersebut adalah kumpulan tulisan yang pernah diterbitkan di berbagai media cetak antara tahun 2001 hingga 2011. Gagasan yang dikemukakan Peter adalah dialog Papua-Jakarta.
“Pada prinsipnya semua mendukung gagasan ini, sekalipun dalam beberapa hal ada perbedaan. Karena itu, perlu dibicarakan secara terbuka di mana semua unsur terlibat untuk mempertajam apa yang dimaksudkan dengan dialog, apa maknanya dalam kehidupan berbangsa, terutama terkait persoalan Papua,” jelas Nurun Nisa, salah seorang panitia.
Tujuan bedah buku ini, sambung Nisa, adalah mempertajam pemahaman bersama tentang dialog Jakarta-Papua. Kemudian menemukan hal-hal penting yang diperlukan untuk menindaklanjuti janji dan harapan untuk dialog Jakarta-Papua. Selain itu, memperoleh dukungan seluas-luasnya dari bebagai kalangan untuk merealisasikan terlaksananya dialog Jakarta-Papua.
Bedah buku ini dibagi ke dalam tiga sesi dengan subtema tersendiri. Sesi pertama berlangsung mulai pukul 09.40-12.00 bertema “Dari Kebijakan ke Implementasi Dialog: Belajar dari Pengalaman Usaha-Usaha Perdamaian tanpa Kekerasan”.
Sesi ini berdasarkan perspektif dan usul konkret pemerintah. Pembicaranya adalah Farid Husein (Tokoh & Pegiat Perdamaian Indonesia) Albert Hasibuan (Dewan Pertimbangan Presiden bidang Politik, Hukum dan HAM) TB. Hasanuddin (Anggota Komisi I DPR-RI), dimoderatori Cornelius Purba (The Jakarta Post).
Sesi kedua mulai pukul 13.00-15.00, dengan tema “Dari Wacana ke Implementasi Dialog: Belajar dari Pengalaman Usaha-Usaha Perdamaian tanpa Kekerasan”. Sesi ini membidik pendapat dan usul konkret para akademisi, jurnalis, aktivis pluralisme. Pembicaranya Tamrin Amal Tomagola (Dosen Pasca Fisipol, UI) Ahmad Suaedy (Peneliti Senior The Wahid Institute) Tri Agung Kristanto (Editor bidang Politik-Kompas); dengan moderator Rahimah Abdulrahim (The Habibie Center).
Sesi ketiga mulai 15.10-17.00 bertema “Dialog, Jalan menuju Perdamaian tanpa Kekerasan: Dari Teks kepada Praksis Bersama Agama-agama dalam Konteks Menuju Papua Tanah Damai, Indonesia bangsa yang adil dan Beradab”. Sesi ini mengetengahkan perspektif dan usul konkret dari tokoh-tokoh agama. Pembicaranya Franz Magnis Suseno (STF-Driyarkara) Azyumardi Azra (UIN Syarif Hidayatullah) AA. Yewangoe (Ketua PGI) dan Moderator Daniel Dhakidae (Prisma).
Bedah buku yang akan dimeriahkan Glenn Fredly dan Edo Edo Kondologit merupakan kerjasama Wahid Institute dengan berbagai lembaga, di antaranya Institut Dialog Antariman di Indonesia (Institut Dian/Interfidei) bersama-sama dengan Wahid Institut, Ma’arif Institut, Aliansi Nasional Bhinekka Tunggal Ika (ANBTI), Jaringan Antariman Indonesia (JAI), dan Demos.
Redaktur: Mukafi Niam
Penulis : Abdullah Alawi
Sumber: NU Online
0 komentar:
Post a Comment