Home » » OTSUS, BOLA PANAS BAGI ORANG PAPUA

OTSUS, BOLA PANAS BAGI ORANG PAPUA

OLEH: Ernest Pugiye
RAKYAT Papua hidup berama NKRI terasa memang cukup lama. Sepanjang itu, NKRI membuat sejuta program dan UU untuk membangun manusia Papua. Salah satunya adalah UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi rakyat Papua. Dalam kerangka Otsus, pembangunan harus diprioritaskan pada sector pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan pembangunan infrastruktur serta melindungi hak ulayat orang Papua.

Di sinilah banyak pihak menaruh harapan agar melalui produk Otsus, tercipta kerangka pembangunan yang menempatkan orang asli Papua sebagai pelaku utama atau tidak lagi menjadi penonton pembangunan di tanah leluhurnya sendiri. Mantan Gubernur Papua, (Alm) Dr. JP Solosa dalam buku Otsus Papua mengangkat martabat orang asli Papua dalam NKRI. Beliau menulis demikian secara tegas, “Melalui Otsus pula tercipta ruang perwujudan emansipasi, peningkatan harkat dan martabat orang asli Papua”.
Bagi orang Papua, Otsus itu memang tidak membawa suatu perubahan sejati, tetapi bara api alias bola panas yang merembes di Papua. Orang asli Papua telah lama dibakar, dibantai dan dimakan habis dalam bara Otsus di Papua. Orang asli Papua, sejak awal  pemberlakuan Otsus di Papua sampai sakarang masih hidup dalam kungkungan kemiskinan, termarginal dan sakit-sakitan. Pelanggaran HAM terus terjadi. Kekayaan alam terus juga dieksploitasi oleh pengusaha dari luar Papua. Bahkan kehadiran perusahan itu tidak peduli dengan hak-hak dasar para pemilik ulayat tanah. Mereka yang menuntut hak ulayat tanah dianggap atau diberikan stigma separatis, makar dan bahkan dibunuh dan dibiarkan oleh Militer. Rakyat sungguh-sungguh mengalami kehilangan harapan untuk hidup sebagai manusia Papua. Mereka kini menjadi arang dan abu dalam bara Otsus alias bola panas di Papua.

Sekedar contoh baru adalah penderitaan yang dialami oleh rakyat asli Papua di Kabupaten Kerom. Mereka memang tidak pernah hidup sebagai manusia. Mereka tidak bisa berkebun, berburu, mencari kayu untuk membuat rumah karena mereka harus mengikuti aturan wajib lapor ke pos-pos Militer. Jika warga terlambat pulang dari kebun selalu diinterogasi aparat, termasuk barang-barang yang dibawa dari kebun dan hutan juga diperiksa. Lebih parah lagi mereka dibunuh dan dibiarkan busuk sebagai hewan oleh Militer di hutan-hutan leluhur ini.

Ketika masyarakat meminta keterangan atau mencari bukti-buktinya, maka Militer sengaja mengatakan bahwa peristiwa pembunuhan ini dilakukan oleh orang tak dikenal (OTK). Itu adalah sebuah konsep baru yang sengaja diciptakan oleh TNI/Polri untuk mengelabui tindakan kejahatannya sendiri atas rakyat Papua yang tak berdosa ini. Padahal fungsi TNI/Polri itu bukan untuk membunuh rakyat asli Papua, melainkan menjaga dan mengayominya agar mereka dapat hidup sebagai manusia Papu. Tapi, pemerintah lewat TNI menghilangkan nyawa rakyat dan alam Papua secara tidak beradap.

Situasi penderitaan seperti ini tidak hanya terjadi dalam aspek keamanan, tetapi juga dalam segala aspek yang lain seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan, budaya dan agama. Segala aspek yang diemban oleh pemerintah selama ini ternyata belum pernah disentuh oleh rakya asli Papua di Kerom. Jumlah mereka pun semakin hari semakin berkurang yakni 31 % di atas negerinya yang kaya-raya. Sebentara penduduk orang pendatang alias transmigrasi, para pegawai pendatang dan TNI/Polri berjumlah 69 %. Kelompok pendatang ini terkosentrasi di pusat-pusat kota. Mereka selalu mengalami kehidupan yang layak sebagai manusia. Dalam segala aspek kehidupan selalu dikuasai oleh orang pendatang secara layak dan leluasa. Pengabdian mereka terhadap masyarakat masih absen. Mereka mengabdi pada diri sendiri dan keluarganya. Bahkan mereka mengeruk dan memanfaatkan hasil kekayaan rakyat asli Keerom secara habis-habisan.

Akibatnya Nasib rakyat asli Papua di pedalaman Towe Hitam, Web, Waris, Senggi, dan Arso Timur dan Arso dan Skanto, serta kampung-kampung mereka menjadi amat sulit. Nasib mereka memang tidak pernah dipelajari dan diperhatikan sebesar mereka menghargai orang besar dan para penguasa. Padahal mereka ini sesungguhnya adalah manusia sejati (Fermanggem). Mereka hidup dalam sumberdaya alam yang melimpah. Nilai budaya, moral dan religi mereka pun amat unik. Tapi secara keseluruhan dari mereka ini menghayati arti hidup dengan keadaan yang memprihatinkan. Hutan mereka dibat habis-habisan. Kampung-kampung mereka menjadi sunyi. Guru tidak ada di sana!. Isi kepala anak-anak hanyalah permainan mengejar belalang di rumput-rumput. Mereka berlari mengejar hewan buruan di hutan. Melompat dari satu sungai ke sungai lainnya.

Mereka juga bergumul dengan kesehatan anak-anaknya sendiri. Rumah-rumah kesehatan tidak ada petugas kesehatan. Bahkan semua rumah sakitnya, terlihat rumput tinggi samapi merembes di dalam kamar-kamarnya. Walaupun demikian perempuan-perempuan kriting berjuang keras mendidik anak-anak mereka untuk mencapai cita-cita. Mereka itu rela membiarkan air susu-nya kering dihisap oleh anak-anak mereka, supaya anak-anak kuat dan dapat membangun keluarga, kampung dan negerinya sendiri.  Mereka bukan perempuan besar, melainkan orang kecil-kecil saja. Hal ini melahirkan struktur sosial yang berdapak pada kematian secara abadi bagi orang asli Kerom. (bdk ”Cipry dan Pater John Jonga: ”Paradoks Papua, Pola-pola Ketidakadilan Sosial, Pelanggaran Hak atas Pembangunan dan Kegagalan Kebijakan Afirmatif, dengan Fokus di Kabupaten Keerom,” Jayapura: YTHP, 2011). Kondisi ini juga menunjukkan secara tegas bahwa Otsus itu, sesungguhnya sudah gagal total di Papua.

Sejumlah realitas masalah kemanusiaan ini merupakan undangan kepada pemerintah Indonesia dan rakyat asli Papua untuk dapat melibatkan diri dalam dialog Jakarta-Papua. Neles Tebay sebagai seorang rohaniwan bersama LIPI pernah diuraikan langkah-langkah dialog bagi orang Papua secara tegas (bdk Neles Tebay Dialog Jakarta Papua: Sebuah Perspektif Papua; Jayapura: Tim SKP, 2009). Pater Neles Tebay juga pernah mengatakan dalam bukunya bahwa segenap konflik Papua harus diselesaikan melalui dialog damai. Karena dialog merupakan cara yang paling tepat untuk menyelesaikan konflik Papua secara komprehensif dan menyeluruh. Tujuannya hanya satu yakni membangun Papua sebagai “TANAH DAMAI” .
Lebih jauh Pater juga mengatakan dalam berbagai ruang dan waktu bahwa dialog mesti melakukannya berdasarkan nilai-nilai universal dan prinsip-prinsip dasar seperti cinta kasih, kedamaian dan kebebasan, demokratis dan mengangkat martabat manusia serta solidaritas, keadilan, kejujuran dan subsudiaritas. Nilai-nilai ini adalah pedoman dan sumber inspirasi yang mengarahkan masing-masing elemen dalam menghayati proses dialog damai untuk menyelesaikan konflik Papua secara komprehensif dan menyeluruh. Dia juga sudah berkomitmen untuk berjuang dialog ini. Dan dialog Jakarta-Papua sudah, sedang dan akan diperjuangkan oleh Peter bersama teman-teman Jaringan Damai Papua (JDP) secara serius.

Walaupun demikian, selama ini nampaknya dialog tidak diberi tempat utama dalam menyelasaikan berbagai persoalan di Papua. Kebanyakan orang dari kita lebih senang menyelesaikan berbagai macam persoalan Papua dengan unjukrasa, demo dan hura-hura. Bahkan pemerintah seringkali telingan tuli untuk mendukung proses dialog Jakarta-Papua daripada urus pemekaran wilayah, urus partai dan pemilihan umum seperti yang terjadi sekarang ini. Selain  itu, pemerintah juga selalu berusaha mendatangkan para investor yang berdampak pada penghancuran martabat manusia secara tidak beradap bagi rakyat kecil di Papua. Sehingga konflik Papua ini semakin hari semakin bertambah parah bagi rakyat asli Papua.
Lebih para lagi, pemerintah pusat meberikan program UPB4 sebagai solusi atas berbagai persoalan yang terjadi di Papua. Dan program UPB4 ini diberikan dengan tanpa berdialog antara rakyat Papua dan pemerintah Jakrta. Dengan menyelami situasi yang demikian, saya pikir bahwa pemerintah amat perlu mengoreksi diri sendiri. Pengoreksiannya harus dapat dinyatakan dengan mendukung proses dialog tersebut. Karena dilog adalah proyek kita bersama untuk mengoreksi diri sendiri dan mencari solusia atas segala konflik di Papua. Pengoreksian diri tanpa dialog, bara api  dan lautan derita yang sudah dan sedang dialami orang Papua tak akan pernah terpadamkan. Korban nyawa juga tak jarang akan berjatuhan di sana-sini seperti yang terjadi selama ini. Bahkan keberadaan orang Papua tentu hanya akan tinggal cerita dan mimpi di Negeri ini.

. Dialog Jakarta-Papua dapat terwujud hanya apabila ada kemauan dari setiap kita. Dalam konteks ini setiap kita diminta untuk berdialog dengan diri kita sendiri, pikiran kita sendiri dan hati kita sendiri. Kita harus menyelesaikan segala konflik yang melilit diri kita sendir melalui dialog damai secara pribadi. Selain itu, kita juga harus mau terlibat denga penderitaan rakyat kecil seperti orang Papua di Kabupaten Kerom. Itu artinya pemerintah Kabupaten Keerom mesti memikirkan siapa yang mau dirugikan dan siapa mau diuntungkan dari segala kebijakan dan pola-pola pembungunan pemerintah tersebut. Dan hal ini mesti dilahirkan melalui dialog damai bersama rakyat kecil di Keerom secara khusus dan Papua secara umum. Sehingga pembangunan itu tidak gencar melahirkan lautan penderitaan bagi rakyat kecil di Keerom-Papua. Dengan demikian, rakyat asli Kerom secara khusus dan orang Papua secara umum dapat telibat dalam pembangunan di Papua. Intinya mereka harus diselamatkan dari pembangunan dengan melindungi hak-hak mereka sebagai manusia sejati. Bahkan mereka harus dijadikan sebagai subjek pembangunan  secara sejati di Papua. Itu baru Otsus Untuk Orang Asli Papua.

Catatan: Saudara opini ini baru diedit dari opini sama yang dikirim saya kemarin malam. Jadi Saudaraku tolong muat opini saya yang baru diedit  ini pada edisi hari senin 14/5/2012 di  Pasifik Post besok, sebab masalah ini amat actual di Papua dan di luar negeri sekarang.

Penulis: Mahasiswa pada SFTFT “Fajar Timur” Abepura-Papua.


Sumber:  pasificpost.com



Share this video :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger