Suku Kamoro menari mengiring perjalanan Sang Uskup ke gereja. |
Timika - Terik matahari terasa sangat menyengat meski
jam masih menunjukkan pukul 08.30 WIT. Meski harus berpanas-panasan,
ratusan warga tetap berbondong-bondong menuju Gereja Katolik Paroki
Santo Stefanus Sempan, Timika, Papua.
Mengenakan busana rapi, Jumat (23/11/2012) warga terlihat antusias mengikuti prosesi peresmian gereja tersebut. Mulai dari anak-anak, orang dewasa hingga orang tua. Ada yang sudah menunggu di dalam dan halaman gereja, tapi banyak juga yang berjejer di pinggir jalan Busiri, Timika, Papua.
Mereka menunggu dimulainya misa untuk meresmikan gereja. Prosesi adat dalam peresmian gereja memang menjadi tradisi di Papua. Prosesi adat selalu ada karena gereja di Papua masih kental dengan kearifan lokal.
"Tradisinya harus ada termasuk saat peresmian gereja," kata panitia peresmian gereja, Kristina Betau.
Di dalam peresmian gereja Katolik Paroki St Stefanus Sempan, ada dua tarian adat yang ditampilkan yakni tarian suku Kei dan suku Kamoro. Tepat pukul 09.00 WIT, prosesi pun dimulai.
Sembilan orang pemuda menarikan tari suku Kei. Mereka mengenakan kaos putih dan celana pendek warna merah, mereka terlihat lincah menari dilengkapi busur dan panah.
Tarian sembilan pemanah ini sekaligus membuka jalan bagi iring-iringan uskup dan pastur. Sementara di sisi kanan sudah menunggu puluhan orang suku Kamoro. Saat iringan uskup mendekati, suku Kamoro bergegas menarikan tarian adatnya.
Tarian suku Kamoro terus mengiringi uskup hingga masuk ke dalam gereja. Ada 3 uskup yang ditahbiskan menjadi pastur dalam peresmian gereja ini yang pembangunannya dibantu dengan dana CRS PT Freeport Indonesia.
"Dana CSR kita diperuntukkan untuk pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat, lembaga adat dan seni budaya. Gereja termasuk dalam lembaga adat," kata Juru Bicara Freeport Indonesia, Ramdani Sirait.
Program social development, Freeport memberikan dana program melalui Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK). Dukungan terhadap pengembangan di bidang agama menjadi penting karen kehidupan masyarakat Kabupaten Mimika disatukan oleh ikatan keagamaan.(fdn/lh)
Sumber: Detik.com
Mengenakan busana rapi, Jumat (23/11/2012) warga terlihat antusias mengikuti prosesi peresmian gereja tersebut. Mulai dari anak-anak, orang dewasa hingga orang tua. Ada yang sudah menunggu di dalam dan halaman gereja, tapi banyak juga yang berjejer di pinggir jalan Busiri, Timika, Papua.
Mereka menunggu dimulainya misa untuk meresmikan gereja. Prosesi adat dalam peresmian gereja memang menjadi tradisi di Papua. Prosesi adat selalu ada karena gereja di Papua masih kental dengan kearifan lokal.
"Tradisinya harus ada termasuk saat peresmian gereja," kata panitia peresmian gereja, Kristina Betau.
Di dalam peresmian gereja Katolik Paroki St Stefanus Sempan, ada dua tarian adat yang ditampilkan yakni tarian suku Kei dan suku Kamoro. Tepat pukul 09.00 WIT, prosesi pun dimulai.
Sembilan orang pemuda menarikan tari suku Kei. Mereka mengenakan kaos putih dan celana pendek warna merah, mereka terlihat lincah menari dilengkapi busur dan panah.
Tarian sembilan pemanah ini sekaligus membuka jalan bagi iring-iringan uskup dan pastur. Sementara di sisi kanan sudah menunggu puluhan orang suku Kamoro. Saat iringan uskup mendekati, suku Kamoro bergegas menarikan tarian adatnya.
Tarian suku Kamoro terus mengiringi uskup hingga masuk ke dalam gereja. Ada 3 uskup yang ditahbiskan menjadi pastur dalam peresmian gereja ini yang pembangunannya dibantu dengan dana CRS PT Freeport Indonesia.
"Dana CSR kita diperuntukkan untuk pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat, lembaga adat dan seni budaya. Gereja termasuk dalam lembaga adat," kata Juru Bicara Freeport Indonesia, Ramdani Sirait.
Program social development, Freeport memberikan dana program melalui Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK). Dukungan terhadap pengembangan di bidang agama menjadi penting karen kehidupan masyarakat Kabupaten Mimika disatukan oleh ikatan keagamaan.(fdn/lh)
Sumber: Detik.com
0 komentar:
Post a Comment