Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) akan menyerahkan rekomendasi final perpanjangan izin PT Freeport
Indonesia pada April 2015 bersamaan dengan rencana perubahan lisensi Kontrak
Karya Freeport menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Kami juga apresiasi kepada mereka yang mengatasnamakan Indonesia Menggugat, tapi kenapa mereka tidak melihat kami. Kami juga rakyat Indonesia yang menerima dampak langsung," urainya.
Di balik
masa tunggu serta ada gugatan hukum dari sebagian masyarakat, ada kegelisahan
yang muncul dari para pekerjanya.
"Kami tidak menginginkan bahwa kemudian PT Freeport ini berhenti atau kemudian ekspornya tidak diperpanjang karena kalau itu terjadi dampaknya kepada kami sangat luar biasa," ujar juru bicara Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Freeport Indonesia Juli Parorongan, dalam rilisnya, Sabtu (21/3).
"Kami tidak menginginkan bahwa kemudian PT Freeport ini berhenti atau kemudian ekspornya tidak diperpanjang karena kalau itu terjadi dampaknya kepada kami sangat luar biasa," ujar juru bicara Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Freeport Indonesia Juli Parorongan, dalam rilisnya, Sabtu (21/3).
Menurutnya,
masa depan sekitar 30.004 orang pekerja dipertaruhkan. Juli kemudian menceritakan
pengalaman serupa saat tahun 2013. Saat itu menjelang penetapan pemberlakuan UU
Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara.
Dampaknya,
tidak ada aktivitas ekspor selama empat bulan. "Pada saat itu kita sudah
merasakan betapa sulitnya kita di sana. Penjualan kita tidak menghasilkan
apa-apa. Dampaknya, ada rumah sakit gratis itu darimana dananya kalau tidak
ekspor," ujar Juli.
Pihaknya pun
tahu diri. Sehingga mereka tidak mau mengurus masalah gugatan, namun ia ingin
agar publik berpikir secara adil dan berimbang. "Jadi kita tidak mau ini
akan berdampak pada masyarakat Indonesia yang ada di sana. Kalau semua pihak
menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin," ujarnya.
Ketua
Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Energi dan Pertambangan (PC SPKEP SPSI)
Kabupaten Mimika Virgo Salosa ikut mengapresiasi pemerintah yang memberikan
ruang pada Freeport untuk melakukan ekspor.
"Kami juga apresiasi kepada mereka yang mengatasnamakan Indonesia Menggugat, tapi kenapa mereka tidak melihat kami. Kami juga rakyat Indonesia yang menerima dampak langsung," urainya.
Maka, ia
berharap para penggugat mempertimbangkan nasib sekitar 150.020 orang pekerja
Freeport di Mimika yang terimbas langsung jika gugatan tadi
dikabulkan. Presiden Joko Widodo, sebelumnya digugat class action terkait
diperpanjangnya kontrak Freeport oleh empat aktivis melalui gugatan perbuatan
melawan hukum dengan mekanisme citizen law suit (gugatan warganegara).
- See more
at: http://www.indopos.co.id/2015/03/warga-papua-gelisah.html#sthash.5Lxypi5D.dpuf
Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menyerahkan rekomendasi
final perpanjangan izin PT Freeport Indonesia pada April 2015 bersamaan
dengan rencana perubahan lisensi Kontrak Karya Freeport menjadi Izin
Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Di balik masa tunggu serta ada gugatan hukum dari sebagian masyarakat, ada kegelisahan yang muncul dari para pekerjanya.
"Kami tidak menginginkan bahwa kemudian PT Freeport ini berhenti atau kemudian ekspornya tidak diperpanjang karena kalau itu terjadi dampaknya kepada kami sangat luar biasa," ujar juru bicara Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Freeport Indonesia Juli Parorongan, dalam rilisnya, Sabtu (21/3).
Menurutnya, masa depan sekitar 30.004 orang pekerja dipertaruhkan. Juli kemudian menceritakan pengalaman serupa saat tahun 2013. Saat itu menjelang penetapan pemberlakuan UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara.
Dampaknya, tidak ada aktivitas ekspor selama empat bulan. "Pada saat itu kita sudah merasakan betapa sulitnya kita di sana. Penjualan kita tidak menghasilkan apa-apa. Dampaknya, ada rumah sakit gratis itu darimana dananya kalau tidak ekspor," ujar Juli.
Pihaknya pun tahu diri. Sehingga mereka tidak mau mengurus masalah gugatan, namun ia ingin agar publik berpikir secara adil dan berimbang. "Jadi kita tidak mau ini akan berdampak pada masyarakat Indonesia yang ada di sana. Kalau semua pihak menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin," ujarnya.
Ketua Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Energi dan Pertambangan (PC SPKEP SPSI) Kabupaten Mimika Virgo Salosa ikut mengapresiasi pemerintah yang memberikan ruang pada Freeport untuk melakukan ekspor.
"Kami juga apresiasi kepada mereka yang mengatasnamakan Indonesia Menggugat, tapi kenapa mereka tidak melihat kami. Kami juga rakyat Indonesia yang menerima dampak langsung," urainya.
Maka, ia berharap para penggugat mempertimbangkan nasib sekitar 150.020 orang pekerja Freeport di Mimika yang terimbas langsung jika gugatan tadi dikabulkan. Presiden Joko Widodo, sebelumnya digugat class action terkait diperpanjangnya kontrak Freeport oleh empat aktivis melalui gugatan perbuatan melawan hukum dengan mekanisme citizen law suit (gugatan warganegara).
- See more at: http://www.indopos.co.id/2015/03/warga-papua-gelisah.html#sthash.5Lxypi5D.dpuf
Di balik masa tunggu serta ada gugatan hukum dari sebagian masyarakat, ada kegelisahan yang muncul dari para pekerjanya.
"Kami tidak menginginkan bahwa kemudian PT Freeport ini berhenti atau kemudian ekspornya tidak diperpanjang karena kalau itu terjadi dampaknya kepada kami sangat luar biasa," ujar juru bicara Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Freeport Indonesia Juli Parorongan, dalam rilisnya, Sabtu (21/3).
Menurutnya, masa depan sekitar 30.004 orang pekerja dipertaruhkan. Juli kemudian menceritakan pengalaman serupa saat tahun 2013. Saat itu menjelang penetapan pemberlakuan UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara.
Dampaknya, tidak ada aktivitas ekspor selama empat bulan. "Pada saat itu kita sudah merasakan betapa sulitnya kita di sana. Penjualan kita tidak menghasilkan apa-apa. Dampaknya, ada rumah sakit gratis itu darimana dananya kalau tidak ekspor," ujar Juli.
Pihaknya pun tahu diri. Sehingga mereka tidak mau mengurus masalah gugatan, namun ia ingin agar publik berpikir secara adil dan berimbang. "Jadi kita tidak mau ini akan berdampak pada masyarakat Indonesia yang ada di sana. Kalau semua pihak menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin," ujarnya.
Ketua Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Energi dan Pertambangan (PC SPKEP SPSI) Kabupaten Mimika Virgo Salosa ikut mengapresiasi pemerintah yang memberikan ruang pada Freeport untuk melakukan ekspor.
"Kami juga apresiasi kepada mereka yang mengatasnamakan Indonesia Menggugat, tapi kenapa mereka tidak melihat kami. Kami juga rakyat Indonesia yang menerima dampak langsung," urainya.
Maka, ia berharap para penggugat mempertimbangkan nasib sekitar 150.020 orang pekerja Freeport di Mimika yang terimbas langsung jika gugatan tadi dikabulkan. Presiden Joko Widodo, sebelumnya digugat class action terkait diperpanjangnya kontrak Freeport oleh empat aktivis melalui gugatan perbuatan melawan hukum dengan mekanisme citizen law suit (gugatan warganegara).
- See more at: http://www.indopos.co.id/2015/03/warga-papua-gelisah.html#sthash.5Lxypi5D.dpuf
Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menyerahkan rekomendasi
final perpanjangan izin PT Freeport Indonesia pada April 2015 bersamaan
dengan rencana perubahan lisensi Kontrak Karya Freeport menjadi Izin
Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Di balik masa tunggu serta ada gugatan hukum dari sebagian masyarakat, ada kegelisahan yang muncul dari para pekerjanya.
"Kami tidak menginginkan bahwa kemudian PT Freeport ini berhenti atau kemudian ekspornya tidak diperpanjang karena kalau itu terjadi dampaknya kepada kami sangat luar biasa," ujar juru bicara Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Freeport Indonesia Juli Parorongan, dalam rilisnya, Sabtu (21/3).
Menurutnya, masa depan sekitar 30.004 orang pekerja dipertaruhkan. Juli kemudian menceritakan pengalaman serupa saat tahun 2013. Saat itu menjelang penetapan pemberlakuan UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara.
Dampaknya, tidak ada aktivitas ekspor selama empat bulan. "Pada saat itu kita sudah merasakan betapa sulitnya kita di sana. Penjualan kita tidak menghasilkan apa-apa. Dampaknya, ada rumah sakit gratis itu darimana dananya kalau tidak ekspor," ujar Juli.
Pihaknya pun tahu diri. Sehingga mereka tidak mau mengurus masalah gugatan, namun ia ingin agar publik berpikir secara adil dan berimbang. "Jadi kita tidak mau ini akan berdampak pada masyarakat Indonesia yang ada di sana. Kalau semua pihak menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin," ujarnya.
Ketua Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Energi dan Pertambangan (PC SPKEP SPSI) Kabupaten Mimika Virgo Salosa ikut mengapresiasi pemerintah yang memberikan ruang pada Freeport untuk melakukan ekspor.
"Kami juga apresiasi kepada mereka yang mengatasnamakan Indonesia Menggugat, tapi kenapa mereka tidak melihat kami. Kami juga rakyat Indonesia yang menerima dampak langsung," urainya.
Maka, ia berharap para penggugat mempertimbangkan nasib sekitar 150.020 orang pekerja Freeport di Mimika yang terimbas langsung jika gugatan tadi dikabulkan. Presiden Joko Widodo, sebelumnya digugat class action terkait diperpanjangnya kontrak Freeport oleh empat aktivis melalui gugatan perbuatan melawan hukum dengan mekanisme citizen law suit (gugatan warganegara).
- See more at: http://www.indopos.co.id/2015/03/warga-papua-gelisah.html#sthash.5Lxypi5D.dpuf
Di balik masa tunggu serta ada gugatan hukum dari sebagian masyarakat, ada kegelisahan yang muncul dari para pekerjanya.
"Kami tidak menginginkan bahwa kemudian PT Freeport ini berhenti atau kemudian ekspornya tidak diperpanjang karena kalau itu terjadi dampaknya kepada kami sangat luar biasa," ujar juru bicara Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Freeport Indonesia Juli Parorongan, dalam rilisnya, Sabtu (21/3).
Menurutnya, masa depan sekitar 30.004 orang pekerja dipertaruhkan. Juli kemudian menceritakan pengalaman serupa saat tahun 2013. Saat itu menjelang penetapan pemberlakuan UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara.
Dampaknya, tidak ada aktivitas ekspor selama empat bulan. "Pada saat itu kita sudah merasakan betapa sulitnya kita di sana. Penjualan kita tidak menghasilkan apa-apa. Dampaknya, ada rumah sakit gratis itu darimana dananya kalau tidak ekspor," ujar Juli.
Pihaknya pun tahu diri. Sehingga mereka tidak mau mengurus masalah gugatan, namun ia ingin agar publik berpikir secara adil dan berimbang. "Jadi kita tidak mau ini akan berdampak pada masyarakat Indonesia yang ada di sana. Kalau semua pihak menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin," ujarnya.
Ketua Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Energi dan Pertambangan (PC SPKEP SPSI) Kabupaten Mimika Virgo Salosa ikut mengapresiasi pemerintah yang memberikan ruang pada Freeport untuk melakukan ekspor.
"Kami juga apresiasi kepada mereka yang mengatasnamakan Indonesia Menggugat, tapi kenapa mereka tidak melihat kami. Kami juga rakyat Indonesia yang menerima dampak langsung," urainya.
Maka, ia berharap para penggugat mempertimbangkan nasib sekitar 150.020 orang pekerja Freeport di Mimika yang terimbas langsung jika gugatan tadi dikabulkan. Presiden Joko Widodo, sebelumnya digugat class action terkait diperpanjangnya kontrak Freeport oleh empat aktivis melalui gugatan perbuatan melawan hukum dengan mekanisme citizen law suit (gugatan warganegara).
- See more at: http://www.indopos.co.id/2015/03/warga-papua-gelisah.html#sthash.5Lxypi5D.dpuf
0 komentar:
Post a Comment