Gubernur Papua Lukas Enembe bersalaman dengan Duta Besar Amerika Robert Blake, seusai memberikan cendera mata di ruang kerjanya (10/6) siang. (Suara Pembaruan/Roberth Isidorus Vanwi) |
"Pada pertemuan tersebut intinya Dubes AS mengatakan kepada kami, bahwa Papua itu penting bagi Amerika. Makanya dia merasa penting untuk berkunjung ke Tanah Papua. Yang ia ingin dengar dari kami bagaimana situasi HAM di Tanah Papua juga situasi politik," kata Koordinator Sekertariat Keadilan Pedamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Yuliano Languwuyo usai pertemuan.
Pertemuan digelar sambil makan malam di Restoran Yougwa, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, dari sekitar 19.00 WIT dan berakhir 21.00 WIT.
Selain Yuliano, ada tiga aktivis lain yang hadir yakni Ketua LSM Jaringan Kerja Rakyat (Jerat) Septer Manufandu, Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramandey, dan Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP) Neles Tebay.
"Kami juga menyampaikan bahwa situasi HAM di Tanah Papua tidak ada perubahan. Walaupun di pertengahan 2014 orang bilang kita akan mempunyai pimpinan dari sipil dan kami harapkan kekuasaan militer turun, hingga angka kekerasan yang dilakukan aparat dan militer juga turun, ternyata tidak terjadi,” ujarnya.
Yuliano mengatakan pihaknya memperntanyakan kehadiran militer yang besar di sekitar kawasan industri raksasa tambang Freeport dan BP di Papua untuk menjaga area perusahaan. Hal itu, ujarnya, berdampak buruk kepada masyarakat Papua terutama mereka yang tinggal di sekitar perusahaan.
“Karena militer benar-benar menjaga daerah tambang, hingga banyak kasus-kasus kekerasan yang terjadi di daerah tambang baik Freeport dan BP. Dan kami mempertanyakan kepada Dubes apa Freeport punya kontrol aparat keamanan yang menjaga keamanan, dan apa punya perspektif HAM dalam menjalankan tugasnya atau tidak," kata dia.
"Sebab menurut Frits Ramandey di perusahaan BP baik (aparat) TNI maupun Polisi di-training Komnas HAM. Ini supaya mereka punya perspektif soal HAM, sehingga dalam penanganan pengamanan tidak menggunakan cara-cara kekerasan,” ujarnya.
"Pertanyaan itu kami sampaikan, namun tak mendapat jawaban. Bahkan duta besar mempertanyakan balik, apakah itu merupakan hal yang penting? Dan kami bilang itu penting baik polisi dan militer. Dan dia tahu soal kekerasan yang terjadi di Papua,” ujarnya.
Menurut Yuliano, Dubes juga bertanya tentang pendapatnya soal Presiden Jokowi.
“Ya, kami katakan Presiden Jokowi orang yang baik, tapi pemerintahan sekarang masih dikontrol oleh militer. Dan Frits Ramandey menyatakan ke dia untuk merekomendasikan kepada pemerintahan Jokowi untuk menyelesaikan kasus Pania berdarah, juga kasus kekerasan yang lain."
Sementara itu Pastor Neles Tebay mengatakan pertemuan itu juga membahas kasus-kasus kekerasan yang telah dimuat media selama ini, dan mana yang sudah diselesaikan mana yang belum.
“Dubes mau mendengarkan, pokoknya ia pingin mengetahui bagaimana kami memandang kasus kekerasan yang terjadi di Papua,” ujar Neles.
Usai pertemuan itu, Blake tidak bersedia diwawancarai media.
Robert Isidorus/HA
Suara Pembaruan
0 komentar:
Post a Comment