Home » » Dunia Kembali Sorot Pelanggaran HAM di Papua

Dunia Kembali Sorot Pelanggaran HAM di Papua


Dunia Kembali Sorot Pelanggaran HAM di Papua
Lima negara mempermasalahkan sejumlah pelanggaran HAM yang belum terungkap pelakunya.
Minggu, 27 Mei 2012, 22:34 WIB


VIVAnews - Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengkaji pelaksanaan Hak Asasi Manusia di Indonesia dalam pembahasan Universal
Periodic Review. Dalam forum yang berlangsung sejak 23 Mei lalu di
Jenewa, Swiss, ada sejumlah delegasi yang mempertanyakan mengenai
indikasi pelanggaran HAM di Papua.

Dari 13 negara itu, setidaknya
lima negara yang menanyakan mengenai masih adanya serangkaian kekerasan
di Papua. Apalagi, lima negara itu menilai pelaku pelanggaran HAM tak
kunjung terungkap. Adapun lima negara itu adalah Jerman, Kanada,
Inggris, Belanda, dan Perancis.

"(Mereka) menunjukkan perhatian
mereka dan menanyakan tentang Papua. Khususnya terkait masalah HAM,
pembela HAM, kasus penyiksaan serta serangkaian kasus kekerasan yang
masih kerap terjadi, tapi aktor dan pelakunya tidak pernah terungkap,"
kata Direktur Imparsial, Poengki Indarti, melalui pesan elektroniknya,
Minggu, 27 Mei 2012.

Atas sejumlah kejadian pelanggaran HAM di
Papua, kelima negara itu pun memberikan empat rekomendasi untuk
Pemerintah Indonesia, yang dalam sesi itu diwakili Menteri Luar Negeri
Marty Natalegawa. Rekomendasi itu adalah:

1. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan dialog dengan perwakilan Papua;

2. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk melanjutkan reformasi sektor keamanan: TNI, Polisi dan Intelejen;

3. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk melindungi Para Pembela HAM dan Rakyat Papua dari tindak kekerasan;

4. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk melibatkan partisipasi rakyat dalam pembangunan di Papua.

Kekerasan dan Diskriminasi

Poengki
menjelaskan, kelima negara itu kemudian merinci sejumlah pelanggaran
HAM yang terjadi di Papua. Pertama, di Papua diketahui sering terjadi
penembakan terhadap warga sipil. Namun, polisi tidak pernah bisa
menangkap para pelaku.

"Polisi selalu gagal memburu para pelaku,
meskipun ada banyak satuan keamanan yang ditempatkan di Freeport dan
Puncak Jaya, antara lain aparat kepolisian, TNI dan intelejen,"
lanjutnya.

Kedua, Poengki mengatakan lima negara itu menyoroti
meningkatnya kekerasan pada hari-hari tertentu di Papua. Misalnya pada
hari jadi Organisasi Papua Merdeka tiap 1 Desember, juga pada
acara-acara khusus seperti Kongres Rakyat Papua Ke-III pada bulan
Oktober 2011 dan acara West Papua National Committee seminar di bulan
Agustus 2011.

Ketiga, lima negara itu juga mempertanyakan
pembatasan kebebasan berekspresi di Papua. Misalnya, yang terjadi saat
acara Kongres Rakyat Papua tahun lalu. aparat keamanan Indonesia
membubarkan Kongres Rakyat Papua dan menangkap lebih dari 200 orang.
Para pemimpin kongres ditahan dan proses pidana dengan dakwaan makar,"
jelas Poengki.

Keempat, saat ini masyarakat asli Papua kerap
dicurigai dan banyak dianggap pemberontak. Ini menyebabkan banyak orang
asli Papua yang masih distigma sebagai separatis.

"Hal ini juga
digunakan oleh Pemerintah Indonesia dalam membuat kebijakan, misalnya
ketika pemerintah membuat satu kebijakan tentang intelejen yang
mengijinkan intelejen untuk menginterogasi, menyadap, dan mengecek arus
keuangan seseorang yang diduga separatis," paparnya.

Ketimbang memenuhi janjinya untuk mengadakan dialog dengan rakyat
Papua,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono malah justru lebih memfokuskan
perhatian kepada percepatan pembangunan di Papua dengan mendirikan Unit
Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), yang lebih
menitikberatkan pada isu pembangunan.

"Ironisnya, pembangunan
yang dilaksanakan di Papua tidak berdasarkan partisipasi rakyat,
contohnya proyek MIFEE yang menjadi proyek Pemerintah Pusat yang justru
meminggirkan orang asli Papua".

Tanggapan Istana

Atas
rekomendasi ini, Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional,
Teuku Faizasyah mengatakan bahwa sebenarnya Indonesia sudah melakukan
hal-hal yang ada dalam rekomendasi itu. Misalnya dialog dengan
masyarakat Papua, hal itu sudah dilakukan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono sejak lama.

"Dialog sudah dilakukan pemerintah.
Presiden sudah bertemu dengan tokoh-tokoh masyarakat Papua. Saya kira
rekomendasi itu sudah dilakukan," kata Teuku Faizasyah, saat dihubungi
VIVAnews, 27 Mei 2012.

Selain itu, dalam menangani pelanggaran
HAM, Presiden juga sudah memberikan instruksi untuk menindak pelaku
pelanggar HAM. "Kalau ada tindakan (pelanggaran HAM), instruksi presiden
sudah jelas, sesuai Undang-Undang dan aturan yang berlaku," ucap
Faizasyah.

Selain itu Faizasyah mengatakan, dalam pertemuan
dengan kepala negara atau diplomat negara lain, Presiden belum pernah
menerima komentar atau respon mengenai pelanggaran HAM di Papua. "Saya
tidak mencatat adanya penyampaian keprihatinan (soal Papua) dari
pertemuan dengan presiden selama ini," tutur Faiza.

Sebelumnya, Presiden pun mengatakan bahwa upaya pemerintah untuk memajukan warga Papua bukanlah omong kosong. “Inti dari kebijakan dasar kita (pemerintah) menyangkut Papua telah kita ubah, dari yang sebelumnya security approach (pendekatan keamanan) menjadi prosperity approach (pendekatan kesejahteraan). Itu bukan hanya lip service, tapi telah kita lakukan dengan anggaran besar,” kata Presiden.

Selain
itu, Presiden juga mengatakan ada masalah internal di Papua, namun
tidak dilihat masyarakat dunia. Malahan, Presiden mengakui ada upaya
separatis di Papua. “Masih ada penembakan-penembakan, elemen separatis
di sana. Dunia juga harus tahu ini,” kata dia.

Aksi separatis
itulah yang menjadi alasan kehadiran TNI dan Polri di Papua. “TNI
mengemban tugas menjaga kedaulatan dalam tugasnya di Papua,” ucap
presiden. Namun SBY menegaskan, pemerintah tidak akan melakukan tindakan
eksesif atau represif terhadap warga Papua. (sj)
Share this video :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger