Home » , , » Pelanggaran HAM Aparat Keamanan di Papua Jarang Dibawa ke Muka Hukum

Pelanggaran HAM Aparat Keamanan di Papua Jarang Dibawa ke Muka Hukum

Anggota pasukan keamanan harus menghormati standar hukum HAM internasional.
Ilustrasi perebutan Tanah Papua
LONDON, rasudofm - Seorang perempuan, Salomina Kalaibin, yang tewas pada 6 Mei karena luka tembakan, merupakan orang ketiga yang meninggal hanya karena ia mengikuti hari peringatan secara damai di provinsi Papua Barat seminggu yang lalu.

Amnesty International yang berbasis di London lantas menyerukan suatu investigasi yang cepat, independen, dan imparsial atas tuduhan-tudahan penggunaan senjata api secara tidak perlu oleh pasukan keamanan yang telah mengakibatkan tiga orang tewas dan paling tidak tujuh orang luka-luka selama minggu lalu.

"Jika investigasi-investigasi tersebut menemukan adanya pelanggaran HAM yang melibatkan pasukan keamanan maka mereka yang bertanggung jawab, termasuk orang-orang yang memiliki tanggung jawab komando, harus diadili di persidangan yang sesuai dengan standar-standar internasional akan keadilan, dan para korban harus disediakan reparasi. Kami juga menyerukan pembebasan segera dan tanpa syarat mereka yang telah ditangkap dan ditahan hanya semata-mata atas dasar kegiatan politik mereka secara damai," tegas Josef Roy Benedict dari Amnesty International pada Media.

Ada tiga kejadian yang terpisah seputar 1 Mei 2013.  Pertama, menurut sumber yang dapat dipercaya, polisi dan tentara menembaki sekelompok orang yang secara damai berkumpul pada 30 April di distrik Aimas, Sorong, provinsi Papua Barat untuk mengorganisir kegiatan peringatan ulang tahun ke-50 penyerahan Papua.  Dua orang, Abner Malagawak dan Thomas Blesia tewas di tempat sementara Salomina Kalaibin, seorang perempuan, meninggal pada 6 Mei karena luka tembakan di perut dan pundaknya.

Dua orang lainnya juga menderita luka tembakan selama kejadian tersebut. Polisi mengklaim penembakan dilakukan untuk membela diri. Paling tidak enam orang telah ditangkap dan ditahan dengan tuduhan “makar” karena memiliki bendera Bintang Kejora, simbol kemerdekaan Papua yang dilarang oleh suatu Peraturan Pemerintah  di tahun 2007.

Lebih lanjut, pada 1 Mei 2013, polisi kembali menembak ke udara untuk membubarkan secara paksa ratusan pengunjuk rasa yang telah berkumpul di komplek pasar di Kwamki Baru, Timika, provinsi Papua. Para pengunjuk rasa dilaporkan mengibarkan bendera Bintang Kejora. Lima orang diduga ditembak oleh polisi saat mereka mengibarkan bendera tersebut. Polisi kemudian menahan paling tidak 10 pengunjuk rasa yang dibawa ke markas Polres Mimika. Para pengunjuk rasa dilaporkan dituduh dengan pasal “makar”.

Di Biak, provinsi Papua, paling tidak satu orang ditembak pada pukul 5 pagi pada 1 Mei ketika aparat keamanan membuka tembakan pada sekelompok paling sedikit sekitar 50  orang yang telah berkumpul untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora. Menurut polisi setempat mereka menangkap enam orang di kampung Ibdi, kabupaten Biak Numfor karena pengibaran bendera Bintang Kejora.

"Meski pemerintah Indonesia memiliki tugas dan hak untuk menjaga ketertiban publik di teritorinya, pemerintah Indonesia harus memastikan bahwa segala pembatasan kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai tidak bisa melebihi yang diperbolehkan di bawah hukum hak asasi manusia internasional," desak Amnesty Internasional.

Amnesty Internasional pun mendesak pihak berwenang Indonesia untuk menjamin bahwa anggota-anggota pasukan keamanan menghormati standar-standar hukum HAM internasional. Amnesty Internasional mengakui bahwa investigasi-investigasi terhadap laporan-laporan pelanggaran HAM yang dilakukan polisi dan militer di Indonesia masih jarang dan hanya sedikit pelaku yang telah dibawa ke muka hukum.
(Deb / Deb/jaringnews.com)


Share this video :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger