Pamflet yang dipajang massa aksi Koalisi Peduli Sawit Nabire, Selasa di halaman PTUN Waena. (Foto: Ist). |
Demikian salah satu pernyataan sikap dari Koalisi Peduli Sawit Nabire, yang diterima suarapapua.com, Rabu (20/1/2016).
Penegasan itu juga disampaikan di sela-sela aksi demonstrasi damai yang dilakukan Koalisi Peduli Sawit Nabire, Selasa kemarin di halaman Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Waena, Jayapura, Papua.
Aksi tersebut mewarnai jalannya sidang lanjutan gugatan Masyarakat Suku Besar Yerisiam Gua Kabupaten Nabire di PTUN.
Gugatan dilayangkan Masyarakat Suku Besar Yerisiam Gua terhadap investasi kelapa sawit oleh PT Nabire Baru di wilayah tanah adat milik masyarakat Yerisiam Gua yang di dalamnya terdapat tiga sub suku, yakni Waoha, Akaba, Sarakwari, dan Koroba.
Sidang kemarin beragendakan mendengarkan saksi pihak penggugat Masyarakat Adat Yerisiam Gua mengenai persoalan kerusakan lingkungan di tanah adat seluas 14.000 hektar di kampung Sima, Distrik Yaur, Nabire, akibat beroperasinya PT. Nabire Baru.
Koalisi menyatakan, PT Nabire Baru sedang beroperasi secara ilegal. Ini karena ijin yang dikantonginya sarat kepentingan dan diduga melibatkan beberapa oknum pejabat dan staf baik di lingkungan Kabupaten Nabire dan Provinsi Papua.
Ditegaskan, perusahaan tersebut sudah beroperasi sebelum ada dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal). Kemudian, Gubernur Provinsi Papua kala itu Barnabas Suebu, SH mengeluarkan SK Gubernur Provinsi Papua Nomor 142 Tahun 2008 tentang Pemberian Ijin Usaha Perkebunan Kepada PT. Nabire Baru.
Masyarakat Suku Besar Yerisiam bersama Koalisi Peduli Sawit Nabire yang terdiri dari DAD Paniai, Garda-Papua, Forum Independen Mahasiswa (FIM), Yayasan Pusaka, KPKC GKI, KPKC Fransiskan Papua, Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) dan SKP HAM-Papua, bersolidaritas untuk menuntut segera mencabut SK Gubernur Papua.
Selain perusahaan perkebunan sawit tidak mengurus Amdal selama empat tahun beroperasi di atas tanah adat milik Suku Besar Yerisiam Gua, yang jelas-jelas melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, juga melanggar UU Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan (Undang-Undang Perkebunan yang ada saat IUP ini diterbitkan).
Diketahui, berkas gugatan yang dilayangkan Masyarakat Adat Yerisiam Gua diterima hakim PTUN Jayapura pada 20 September 2015 lalu.
Sidang perdana digelar pada tanggal 29 Oktober 2015. Agenda sidang, perbaikan berkas perkara. Sidang kedua, 3 November 2015, dengan agenda penyerahan perubahan berkas perkara.
Selanjutnya, sidang ketiga 17 November 2015. Sidang terbuka dengan agenda pembacaan berkas perkara gugatan Masyarakat Adat Yerisiam Gua.
Pada persidangan di PTUN Jayapura, Selasa (12/1/2016), Masyarakat Suku Besar Yerisiam Gua meminta agar surat izin usaha perkebunan PT Nabire Baru dicabut.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Alan Basyier, kuasa hukum penggugat, yakni Eliezer Murafer, menyerahkan sejumlah bukti dokumen yang memperkuat gugatan untuk mencabut IUP tersebut.
MARY
SUARAPAPUA.com
0 komentar:
Post a Comment